PROFIL DAN ISI BUKU MENDAKI GUNUNG; MAUT DI GUNUNG TERAKHIR
Kalau kamu menganggap kisah petualangan di atas gunung itu mengagumkan, kamu harus membaca buku mendaki gunung yang satu ini; Maut Di Gunung Terakhir. Ini adalah sebuah buku yang menyandingkan kekaguman di atas pencapaian puncak-puncak gunung dengan tragedi kematian yang menghantui di antaranya.
Di Indonesia buku panduan mendaki gunung sudah banyak. Buku tentang
manajemen pendakian gunung pun sudah sangat banyak. Namun, buku sejarah pendakian
gunung dengan gaya historical fiction yang kuat itu belum ada, dan Maut Di
Gunung Terakhir adalah yang pertama.
Nah, apa saja isi dari buku Maut Di Gunung Terakhir ini? Seberapa baik
pengaruhnya sebagai buku pengetahuan mendaki gunung?
Ini dia profil lengkapnya.
Prolog atau
Isi Buku Mendaki Gunung; Maut Di Gunung Terakhir
|
Altitude sickness, hipotermia,
terjatuh, tertimpa longsoran, hilang, tersasar, dihempas badai, adalah beberapa
risiko yang yang umum terjadi dalam aktivitas mountaineering. Beberapa dari
risiko ini menimbulkan dampak cidera dan terluka, namun pada tingkatan yang
lebih maksimal, akhir dari semua itu adalah kehilangan nyawa.
Meskipun sudah menyadari ada risiko yang demikian tinggi dalam
aktivitas pendakian gunung, kegiatan ini sama sekali tidak pernah kekurangan
peminat. Bahkan semakin banyak yang tewas di pegunungan (dalam aktivitas
mountaineering) maka semakin banyak pula mengundang jiwa-jiwa penasaran lain
untuk ikut membaur dalam aktivitas yang berbahaya ini.
Bagi para pendaki gunung yang sungguh-sungguh, kesadaran terhadap
konsekuensi risiko telah menjadi bagian dari komitmen mereka. Mereka secara
umum telah menyadari dengan penuh bahwa ada sebuah konsekuensi maksimal dari
kegiatan mereka. Dan karena itu mereka pun telah melakukan berbagai tindakan
dan upaya preventif untuk meminimalisir dampak dan risiko yang mungkin akan terjadi
tersebut.
Pemilihan waktu mendaki yang tepat, penggunaan alat-alat yang
memadai, melatih kemampuan dan keterampilan secara konsisten untuk menghadapi
berbagai jenis medan, adalah sebagian dari upaya-upaya yang dapat dilakukan
seorang pendaki untuk mengurangi tingkatan rasio risiko yang ia hadapi.
![]() |
Source: Edurne Pasaban |
Risiko-risiko yang sifatnya natural seperti longsoran, rockfall,
gempa bumi, aktivitas vulkanisme, badai, angin kencang dan lain sebagainya,
adalah berbagai risiko yang masuk dalam kategori eksternal. Artinya ada atau
tidak adanya manusia di atas gunung, hal seperti itu akan tetap terjadi.
Di sisi yang lain, risiko-risiko semacam terjatuh, hipotermia, cerebral
edema, pulmonary edema, tali yang putus, peralatan yang tidak bekerja, tim
pendakian yang tidak kompak, dan lain sebagainya adalah risiko yang muncul
akibat dari tindakan manusia. Artinya ada sebuah kontribusi manusia baik ia
sadari atau pun tidak dalam menyebabkan risiko-risiko tersebut muncul.
Pada perkembangannya risiko yang kedua ini menjadi lebih umum
untuk disebut sebagai risiko dalam kategori internal. Dan dalam mountaineering,
risiko eksternal mau pun internal memiliki tingkatan derajat bahaya yang sama,
keduanya sama-sama mematikan dan dapat mengancam nyawa seorang pendaki gunung.
Meskipun kadang para pendaki sudah mempersiapkan diri semaksimal
mungkin baik untuk meminimalisir bahaya eksternal mau pun mengendalikan bahaya
internal, musibah juga tetap tidak dapat dihindari. Pada kasus yang seperti
ini, kita mungkin dapat menyebutnya dengan istilah karena faktor x, atau dengan
istilah lain adalah faktor takdir.
Pada konsepsi takdir atau nasib, segala sesuatu kembali kepada
keyakinan dan keimanan seseorang, yang pada hakikatnya berangkat dari sebuah
keyakinan akan agama dan spiritualisme yang ia yakini. Di titik ini, terbangun
sebuah mentalitas yang kuat, bahwa apa yang terjadi di gunung, baik ia musibah
atau pun bukan, adalah sesuatu yang telah sepenuhnya menjadi wilayah kekuasaan
Tuhan. Manusia tidak dapat menginterupsinya walau sedikit pun.
Source: Unsplash |
Kombinasi kesadaran akan faktor internal, eksternal dan juga
faktor spiritual dalam mountaineering, bagi beberapa orang yang lebih
peka, telah membangun sebuah kekuatan mental tersendiri. Orang-orang yang
memiliki pemahaman semacam ini dan menerapkannya dalam setiap aktivitas
pendakian mereka, telah menjadi para pendaki yang lebih kuat dan lebih tangguh.
Pada satu sisi, juga memiliki pencapaian yang lebih baik.
Mereka menjadi pendaki gunung-pendaki gunung yang kompeten dan
berdedikasi tinggi, walau pun pada perkembangannya juga sama sekali bukan
menjadi sebuah halangan bagi mereka untuk mengalami hari buruk di atas
pegunungan.
Bahkan lebih jauh sosok seperti Anatoli Boukreev mengatakan bahwa
risiko untuk tewas jauh lebih besar terjadi kepada para pendaki gunung yang
lebih kuat daripada yang lemah. Pendaki gunung yang kuat akan menjadikan
kesulitan sebagai sebuah tantangan untuk dicari jalan keluarnya, dengan mencoba
berbagai kemungkinan. Sedangkan pendaki yang lebih lemah, akan segera
memutuskan untuk mundur dan mencari zona aman jika menemukan sebuah kesulitan
yang berada diluar jangkauan mereka.
Dalam catatan pendakian orang-orang hebat dan kuat ini tadi, baik
ia yang berakhir kesuksesan, kegagalan atau pun kematian, kita hampir selalu
dapat dipastikan akan menemukan nilai-nilai luhur untuk diceritakan.
Nilai akan keberanian, kesetiakawanan, pantang menyerah, kekuatan,
komitmen, ketangguhan, leadhersip, kepahlawanan, pencapaian, prestasi dan
lainnya yang bertabur dalam perjuangan dan rasa sakit pada setiap pendakian
mereka. Nilai-nilai luhur dalam berbagai kisah ini akan menjadi stimulan yang sangat
menginspirasi bagi sosok-sosok muda pada generasi setelahnya untuk menjadikan
keteladanan itu sebagai sebuah cerminan perjuangan mereka sendiri.
![]() |
Source: Active Weekender |
Ini adalah buku kelima yang saya tulis tentang mountaineering.
Sebelumnya saya telah menulis buku berjudul Wajah
Maut Mountaineering yang sebenarnya adalah deskripsi profil atau wajah dari
dunia pendakian gunung secara umum.
Wajah Maut
Mountaineering saya bagi dalam tiga jilid, jilid
pertama dan kedua menampilkan profil pendakian gunung dunia dalam ukuran
global, sedangkan jilid kedua (Wajah Maut
Mountaineering Indonesia) menggambarkan secara khusus profil aktivitas
pendakian gunung di tanah air.
Saya menulis buku One Last
Climb yang sekarang ada di tangan sahabat pembaca adalah juga terinspirasi
dari berbagai kisah yang saya dapatkan saat menggali sumber-sumber dalam
penulisan buku yang pertama. Karena ada begitu banyak kisah yang mengagumkan
dan luar biasa dari para pendaki terbaik dunia ini, saya harus menyortirnya
secara ketat.
Dan walau pun sudah memilih yang paling tepat untuk dikisahkan
kembali bagi publik peminat mountaineering
tanah air, saya tetap harus membagi buku ini dalam tiga jilid karena saking
banyaknya.
Jika saya mengurangi kembali daftar yang sudah dibuat ini supaya
tersaji dalam satu jilid yang ringkas saja, maka saya khawatir akan kehilangan
beberapa kisah-kisah pendakian gunung yang sarat nilai luhur. Yang kisah-kisah
tersebut sangat penting untuk kita sampaikan kepada generasi muda Indonesia
sebagai wawasan dan inspirasi berharga bagi mereka.
![]() |
Source: Koleksi Pribadi |
Dalam jilid pertama buku One Last Climb yang berjudul Maut Gunung
Terakhir ini, saya menempatkan sembilan kisah pendaki gunung paling legendaris
sepanjang masa, terutama mengenai cerita akan kematian mereka di atas gunung. Selain
mengisahkan secara detail pendakian terakhir yang membawa kematian bagi sang
legenda, saya juga menghadirkan beberapa fase yang merupakan bagian populer
atau pun paling dikenal tentang sang legenda tersebut.
Misalnya seperti kisah kematian George Leigh Mallory di Everest
bersama dengan Irvine Andrew. Selain menceritakan detail kematian mereka berdua
pada pendakian tahun 1924, saya juga mengulas pendakian sisi lain dari mereka.
Untuk George Mallory misalnya saya megulas pula tentang
pendidikannya, tentang ekspedisinya bersama Granville Bruce tahun 1922, bahkan
juga tentang slogan ‘because is there’ yang sering dialamatkan
kepadanya. Sementara pada sosok Irvine Andrew saya juga mengulas latar belakangnya
yang seorang atlit dayung, seorang olahragawan sejati dengan kekuatan fisik
seperti lembu (istilah yang digunakan Mallory untuknya).
Perlu sahabat pembaca semua pahami pula bahwa saya sangat berusaha
keras untuk menyusun buku ini berdasarkan fakta dan sumber yang kredibel dan
terpercaya. Akan tetapi untuk menambah unsur yang menarik dalam setiap kisah
yang diceritakan, saya menampilkan pula beberapa penambahan yang sesuai dengan
alur cerita yang sebenarnya.
Penambahan ini saya sesuaikan dengan sumber-sumber yang ada supaya
tetap selaras, tidak menyimpang, tidak membelokkan alur cerita, serta tidak
bertentangan dengan kisah yang sesungguhnya.
Jadi secara ringkas penuturan kisah-kisah dalam buku ini adalah
75% fakta yang sesuai dengan sumber-sumber yang kredibel dan terpercaya.
Sementara 25% sisanya adalah rekaan fiksi yang merupakan buah imajinasi saya
saat membayangkan kejadian yang terjadi pada saat pristiwa yang diceritakan
berlangsung.
![]() |
Source: Sportycious |
Cerita tentang kematian sang legenda, bagaimana ia tewas, gunung
mana tempat ia meninggal, tahun berapa ia kehilangan nyawa, siapa partner
mendakinya, dan lain semacamnya yang sifatnya adalah data, statistik, atau
angka, semua adalah fakta dan sesuai dengan kenyataan. Sementara beberapa
bagian (umumnya berisi dialog dalam uraian kata dan kalimat yang diucapkan)
merupakan penambahan imajinasi yang saya berikan untuk menambah jelas pesan
cerita yang ingin disampaikan.
Ambil contohnya pada kisah Wanda Rutkiewicz misalnya; kisah
tentang kematiannya di Kangchenjunga, pendakiannya bersama Carlos Carsolio,
sifatnya yang misterius, penentangannya terhadap komunisme, ambisinya dalam caravan
of the dream, semuanya adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan lagi.
Sementara pertemuannya dengan agen komunis, isi dialognya bersama Carlos
Carsolio sebelum menghilang, serta pembicaraannya dengan ibunya mengenai
perkawinan, adalah bagian dari fiksi imajinasi penulis yang saya tambahkan
untuk memperkuat pesan dan unsur cerita didalamnya.
Ada sembilan kisah terpilih dalam jilid satu buku One Last Climb
ini. Kisah pertama akan bercerita tentang Anatoli Boukreev, pendaki legendaris
terbesar dari Kazakhstan yang secara historis juga memiliki hubungan dengan
dunia pendakian gunung Indonesia saat ia ditunjuk sebagai pemandu tim Kopassus
Indonesia yang mendaki Gunung Everest tahun 1997.
Sebelum saya menceritakan detail kematian Anatoli di Annapurna,
dua bagian lain dari kisah hidup Anatoli di gunung akan bercerita tentang
kontroversi dirinya yang dimunculkan Jon Krakauer (Into Thin Air) terkait
musibah tahun 1996 di Everest, serta berkisah pula tentang salah satu pendakian
monumental Anatoli di K2 yang hampir merenggut nyawanya.
Pendakian Anatoli di Annapurna South Face bersama Dimitri Sobolev
dan Simone Moro yang kemudian berujung tragedi akan menjadi inti dan penutup
kisah tentang sang legenda besar alpinis Rusia ini.
![]() |
Anatoli Boukreev - Adventure Journal |
Setelah Anatoli Boukreev saya mengambil kisah tentang pendaki
gunung terbesar sepanjang masa dari Polandia, Jerzy Kukuczka. Dalam kisah
tentang Jerzy penulis membuat tabel perbandingan pencapaian Jerzy atau Jurek
dengan pencapaian Reinhold Messner, orang yang sering disebut sebagai pesaing
terbesar Jurek. Tabel ini akan menjelaskan alasan yang signifikan mengapa nama
besar Jurek seringkali dianggap sebagai raja alpinisme Himalaya yang
sebenarnya. Ia adalah sosok yang paling layak digelari sebagai pendaki gunung
Himalaya terbesar sepanjang masa.
Pembahasan kisah tentang Jurek selain memuat kisah inti
kematiannya di Tebing Selatan Lhotse karena tali bekas yang ia beli di
Kathmandu putus, akan juga penulis lengkapi dengan kisah upaya perjuangannya
memanjat cerobong asab pabrik sebagai pekerja pengecatan untuk membiayai
pendakiannya di Himalaya. Selain itu pula, kisah tentang Jerzy akan menuturkan
betapa ia dihormati di semua tempat, ia adalah ice warrior atau pendekar
es terbaik yang pernah ada.
George Mallory dan Irvine Andrew yang hilang di Everest pada tahun
1924 akan menjadi kisah ketiga dalam jilid pertama buku One Last Climb
ini. Penulis akan menguraikan latar belakang Mallory, latar belakang Andrew
Irvine, perkenalan keduanya, sampai kepada pendakian mereka di Everest yang
berujung tragedi sekaligus misteri.
Dalam uraian kontroversi kematian Mallory dan Irvine, penulis juga
menyampaikan fakta-fakta yang lebih aktual dan akurat. Hipotesa dan asumsi
berdasarkan ilmu pengetahuan diangkat dalam kisah ini saat sumber penulisan
berhulu pada hasil penelitian Mallory Irvine Research Expedition yang
dilakukan oleh Conrad Anker dan timnya. Hilangnya foto Ruth Turner (isteri
Mallory), hilangnya mayat Sandy Irvine bersama kamera kodaknya, serta dugaan
mereka telah mencapai Puncak Everest juga disampaikan secara mendetail dalam
kisah ini.
Pendaki gunung wanita terbesar pertama di Himalaya bernama Wanda
Rutkiewicz akan menjadi kisah kita selanjutnya. Kisah ini tidak hanya bercerita
tentang kematian dan hilangnya Wanda di Gunung Kangchenjunga, namun juga
mengangkat sisi lain dari kepribadian Wanda yang misterius dan membingungkan.
![]() |
Source: OpenTrolley |
Wanda adalah pendaki gunung besar dengan torehan prestasi sangat
signifikan. Ia mengalahkan banyak pria dalam catatan mountaineering-nya.
Namun kehidupannya yang rumit, kondisi sosialnya yang sulit, kemandirian dan
kemerdekaan yang ia junjung, serta perlawanannya menuntut persamaan hak dan
kewajiban pria wanita dalam dunia pendakian gunung juga tidak ketinggalan akan
diuraikan secara jelas dalam kisahnya di buku ini.
Setelah Wanda Rutkiewicz, kisah selanjutnya adalah tentang Hermann
Buhl, pendaki paling legendaris dari Austria yang tewas di Gunung Chogolisa.
Selain memaparkan kronologi kematian Buhl yang demikian tragis, kita juga akan
melihat flashback kisah kehebatan Buhl saat ia ‘menaklukkan’ puncak
gunung pembunuh Nanga Parbat secara solo pada pendakian first ascent.
Detail pendakian Hermann Buhl di Broad Peak, pembicaraanya dengan
Kurt Diemberger, kepemimpinan Buhl yang
mengesankan, hingga obsesi-obsesi Buhl untuk mendaki Gunung Paiju, Gunung
Rakaposhi, traversing di Mont Blanc, juga akan diuraikan.
Bagian utama dari kisah tentang Hermann Buhl adalah kematiannya di
Chogolisa yang terjatuh karena tanpa sengaja menginjak cornice saat terjebak
badai. Akan tetapi saya menuliskan kisah ini dengan gaya flashback yang
kemudian menuturkan pula secara eksplisit pendakian Hermann Buhl didua gunung
delapan ribu meter Himalaya yang membesarkan namanya, yaitu Broad Peak dan
Nanga Parbat.
Paul Preuss, pendaki gunung yang paling layak dianggap sebagai
pendaki free solo pertama di dunia akan mengisi kisah selanjutnya setelah
Hermann Buhl.
![]() |
Source: Amazon.com |
Pada dasarnya para pendaki gunung besar seperti Anatoli Boukreev,
George Mallory, Walter Bonatti, Jerzy Kukuczka, Reinhold Messner, Gaston
Rebuffat, dan yang lainnya adalah juga seorang pemikir yang kritis dan jernih.
Di samping prestasi fisik mereka yang mengagumkan di atas gunung, orang-orang
itu juga adalah para filsuf dan pemikir yang dalam.
Mereka banyak melakukan perenungan dan ‘pertapaan’ dalam pendakian
mereka. Dan pada perkembangannya, kita juga akan melihat betapa besar pengaruh
perenungan mereka tersebut dalam berbagai kata-kata dan sikap yang mereka
tunjukkan.
Kisah Paul Preuss pada uraian ini juga menunjukkan hal yang sama.
Selain sebagai pionir dalam urusan pendakian free solo, Preuss adalah ‘nabi’
bagi pendaki dengan jiwa alpinisme yang paling murni. Kisah ini akan
menyampaikan juga manifesto mountaineering yang disampaikan Preuss,
ajaran dan prinsipnya tentang nilai sebuah pendakian gunung yang paling murni,
juga informasi tentang perdebatannya dengan beberapa pendaki gunung lain
terkait prinsipnya tersebut. Sementara kematian Paul Preuss di Mandlkogel yang
misterius, adalah hal utama yang menjadi pokok penuturan kisah tentangnya.
Kisah selanjutnya bercerita tentang Tomaz Humar, pendaki gunung
besar dari Slovenia. Pokok utama dari kisah tentang Humar adalah mengenai
kematiannya di Langtang Lirung yang juga misterius (seperti Paul Preuss) pada
upaya solo. Akan tetapi beberapa bagian penting dalam karir mountaineering
Humar seperti pencapaiannya membuat Rute Mobitel di Dhaulagiri South Face,
pendakian solonya di Annapurna Sout Face, penyelamatan dirinya yang terjebak di Rupal Face Nanga Parbat, dan
kisah lain dirinya akan pula diuraikan dengan cara yang menarik.
Bahkan saat ia dikritik secara luas oleh kalangan pendaki gunung
tradisional ketika Humar dianggap sudah terlalu jauh mengeksplorasi dunia
mountaineering dalam sebuah sorotan popularitas yang kebablasan, akan pula saya
uraikan secara lengkap dalam buku ini.
![]() |
Source: Amazon.ca |
Dari Tomaz Humar, kisah selanjutnya akan bercerita tentang pendaki
kecil berhati singa dari Perancis yang bernama Jean Christophe Lafaille. Jean
Lafaille adalah salah satu pendaki gunung terbesar dari Perancis, tubuhnya yang
mungil sama sekali tak menjadi halangan baginya dalam membuat prestasi-prestasi
luar biasa di atas puncak gunung.
Seperti kisah-kisah yang lain, pokok utama bahasan cerita tentang
Lafaille adalah kematiannya yang juga misterius di Makalu. Namun kisah menarik
bagaimana ia bertahan hidup di tebing selatan Gunung Annapurna setelah
ditinggal tewas Pierre Beghin, kisah bagaimana Annapurna menjadi gunung yang
paling menawan dirinya juga akan diuraikan secara rinci dan mendetail. Bahkan
dalam kisah survival Lafaille di Annapurna South Face, kita akan melihat bahwa
ini adalah salah satu kisah survival paling spektakuler di gunung delapan ribu
meter Himalaya.
Sebagai penutup kisah dalam buku One Last Climb jilid pertama ini,
penulis menempatkan nama Alex MacIntyre pada kisah kesembilan. MacIntyre adalah
pendaki gunung yang lebih dikenal karena konsistensinya melakukan pioneering
pendakian alpine style di gunung-gunung besar dunia, terutama Himalaya. Konsep light
and fast yang dikampanyekan oleh MacIntyre bersama dengan Voytek Kurtyka
adalah sebuah terobosan pada masa itu, dimana pendakian gunung besar dunia
selalu dilakukan dengan ekspedisi besar dengan jumlah personil yang bisa mencapai
ratusan banyaknya.
Namun seperti kisah yang lain, bagian utama dari penceritaan Alex
MacIntyre adalah kematiannya yang tragis di Annapurna South Face (tempat yang
sama seperti Anatoli Boukreev terbunuh). Prinsip, jalan hidup yang diambil,
konsistensi melakukan pendakian tradisional dalam gaya revolusioner, seperti
ungkapan yang populer kemudian telah membuat Alex MacIntyre menjadi harimau
dalam usianya yang singkat.
Dan menjadi seekor harimau dalam satu hari, dalam banyak pandangan
dan pertimbangan, tentu jauh lebih baik daripada menjadi seekor domba, wala upun
itu dalam waktu seribu tahun. Seperti apa yang akan kita temui pada penuturan
John Porter dalam kisah tersebut nantinya.
![]() |
Source: IMDb |
Besar harapan saya buku yang sederhana ini dapat membawa pelajaran
dan inspirasi bagi kita semua, terutama generasi muda Indonesia yang memiliki
mimpi dan cita-cita besar.
Kematian di gunung seperti yang dialami oleh para pendaki besar
dalam buku Maut Di Gunung Terakhir ini sama sekali bukan tentang
kebodohan dan kekonyolan sebuah obsesi atau ambisi. Namun seperti para pejuang
yang tewas di medan perang, maka tewasnya itu adalah sebuah kehormatan bagi
mereka.
Dan para pendaki gunung legendaris ini, yang tewas dengan berbagai
cara di atas gunung, pada pemahaman yang sama dapat kita sebut juga telah tewas
di medan perang mereka sendiri. Dan atas keberanian dan konsistensi mereka, saya
rasa mereka layak untuk mendapat penghormatan.
Sinopsis Buku Mendaki Gunung:
Maut Di Gunung Terakhir
Setengah dari
para pendaki terbaik di dunia tewas di gunung.
Pernyataan ini adalah sebuah fakta sejarah yang tidak dapat
dibantah lagi, dimana orang-orang dengan prestasi dan pencapaian yang tinggi
tewas dengan beranekaragam cara pada tempat yang telah membesarkan nama mereka.
Gunung-gunung besar dunia selain memancarkan pesona dan kharisma yang memikat
manusia, juga menjadi kuburan di mana orang-orang yang memuja dan mencumbuinya,
berakhir menjadi jasad-jasad beku yang abadi dan tak berdaya.
Di antara ribuan nyawa yang telah menjadi tumbal ambisi ketinggian
itu, beberapa di antaranya adalah nama-nama besar dengan segunung prestasi.
Mereka adalah para pendaki gunung dengan dedikasi, skill, kompetensi, filosofi
dan juga ketangguhan di atas rata-rata.
Mereka datang ke gunung tidak hanya untuk mencapai puncaknya,
tetapi juga untuk mengukir sebuah mahakarya. Layaknya pelukis atau pujangga,
para pendaki terbaik menjadikan gunung laksana canvas dan kertas, di \mana
tinta dan kata-kata membentuk goresan citra dan puisi indah mereka. Para
legenda selalu mengukir kisah dan kekaguman dalam pendakian mereka, walaupun
beberapa di antaranya berakhir di tepian nirwana.
Dari hilangnya George Mallory di Everest, putusnya tali yang
menjadi pergantungan nyawa Jerzy Kukuczka di Lhotse, patahan serac yang
mengakhiri kisah Anatoli Boukreev di Annapurna, badai yang menghempaskan Rob
Hall dan Scott Fischer di Chomolungma, hingga kepada jebak kebekuan Denali yang
melahap Naomi Uemura di Alaska, buku ini bertabur kisah-kisah raksasa para
legenda pendaki gunung terbaik dunia.
Selain menuai air mata kehilangan karena kematian mereka, pendakian terakhir para legenda juga menampilkan berbagai kisah menarik dan yang luar biasa. Dan bagi orang-orang yang mengaguminya, kisah itu akan senantiasa berdesis di antara hembusan angin pilar-pilar ketinggian yang merobek angkasa.
PROFIL BUKU MENDAKI GUNUNG: MAUT
DI GUNUNG TERAKHIR
- Judul : MAUT DI GUNUNG TERAKHIR
- Penulis : Anton Sujarwo
- Tebal : ±450 halaman
- Ukuran : 14 x 21 cm
- Cover : Standard
- Kertas : Bookpaper
- Penerbit : Phoenix Publishers
Saya Anton, saya
suka mendaki gunung dan hiking. Saya juga adalah penulis buku mountaineering di
Indonesia. Beberapa buku karya saya tentang dunia pendakian gunung yang sudah
diterbitkan adalah;
- Wajah Maut Mountaineering Indonesia
- Dunia Batas Langit
- Mahkota Himalaya
- Merapi Barat Daya
- Maut Di Gunung Terakhir
- MMA Trail
- Sejarah Pendakian Tebing Utara
- 9 Puncak Seven Summit
- Dewi Gunung
- Gunung Kuburan Para Pemberani
- Hari Terakhir Di Atas Gunung
- Mimpi Di Mahameru
Semua buku-buku tersebut dapat diperoleh dengan mudah di beberapa marketplace atau langsung melalui tautan aplikasi whatsapp disini.
Tulisan saya yang
lainnya juga bisa ditemukan di:
Terimakasih telah
mengunjungi Arcopodo Journal.com
Posting Komentar untuk "PROFIL DAN ISI BUKU MENDAKI GUNUNG; MAUT DI GUNUNG TERAKHIR"