SEJARAH LENGKAP PENDAKIAN SEVEN SUMMIT ATAU 7 PUNCAK DUNIA
Untuk dapat mendaki dengan benar dan penuh kesungguhan di gunung-gunung raksasa, seseorang harus membebaskan dirinya dari rasa takut. Ini berarti seseorang harus memahami dan mengatakan pada dirinya sendiri sebelum melakukan sebuah pendakian yang besar, bahwa ia bisa saja mati di gunung yang sedang ia daki - Doug Scott
Artikel ini
dikutip secara penuh dari buku 9 Puncak Seven Summit karya Anton Sujarwo. Untuk
informasi bukunya dapat dilihat disini.
Latar Belakang Munculnya Ide Seven Summit
Istilah seven summit merupakan salah satu bentuk
pencapaian yang cukup prestisius dalam dunia
mountaineering. Tidak diketahui siapa sebenarnya yang memiliki ide awal sebagai
tokoh intelektual di balik kemunculan gagasan ini.
Namun, nama yang paling sering dikaitkan dengan istilah seven summit adalah
seorang pengusaha Amerika bernama Richard Daniel Bass atau yang lebih populer
dengan sebutan Dick Bass. Selain Bass, nama Reinhold Messner juga tak dapat
dilepaskan dari istilah seven summit, karena pada perkembangannya, konsep yang ditawarkan Messner secara teknis
jauh lebih menantang daripada yang dipopulerkan oleh Bass. Dan kedua konsep yang
ada kemudian, baik konsep Dick Bass maupun konsep Reinhold Messner, menjadi dua
konsep paling populer sebagai acuan garis besar dalam kepopuleran grand slam
seven summits.
Akan tetapi pada tahun 1956, jauh sebelum nama Dick
Bass dan Reinhold Messner muncul, William D. Hacket, seorang pendaki gunung dari
Amerika telah membukukan keberhasilan mendaki lima puncak tinggi di lima benua; Puncak Denali yang ia
capai pada tahun 1947, Aconcagua pada tahun 1949, Kilimanjaro pada 1950,
Kozciuszko pada tahun 1956, dan Mont Blanc juga pada tahun 1956. Ketika tur puncak tertinggi benua ini
dilakukan oleh Hacket, seven summit belum ditemukan istilahnya, namun secara
konsep Hacket telah meletakkan sasarannya pada tujuh puncak tertinggi benua
yang saat ini dikenal sebagai seven summit.
Hacket
adalah salah satu mountaineer generasi awal Amerika. Ia tercatat sebagai orang pertama yang berhasil mendaki gunung
McKinley dan juga gunung Logan di Amerika Utara. Sementara di
Aconcagua dan Kenya, Hacket juga menjadi orang Amerika pertama yang berhasil
mendakinya.
Ada sedikit
perbedaan konsep yang dimiliki Hacket dengan dua konsep utama seven summit yang
saat ini lebih populer versi Richard Bass dan Reinhold Messner. Dalam daftar yang
menjadi pedoman Hacket, benua Eropa tidak diwakili oleh Elbrus seperti yang
saat ini kita tahu. Namun benua biru itu diwakili oleh Mount Blanc yang secara
data lebih rendah daripada Elbrus. Hipotesa
yang diberikan Hacket dengan memasukkan nama Mount Blanc adalah sama seperti
alasan yang menjadi perbedaan konsep seven summit versi lain.1.1
Seperti yang
telah diketahui secara luas, bahwa adanya perbedaan konsep seven summit yang
ada disebabkan oleh definisi dari penetapan batas
wilayah benua yang dipersepsikan berbeda oleh masing-masing pembuat konsep itu sendiri. Umumnya yang menuai persepsi berbeda adalah
batasan benua Eropa dan benua Oceania.1.2 Adanya
perbedaan pendapat mengenai batas benua ini adalah sebab utama terjadinya perbedaan
pandangan mengenai konsep seven summit yang ada. Selain kadang
memang dilandasi pula oleh alasan teknis, tingkat kesulitan, tantangan, dan
berbagai alasan lainnya.
Setelah
terverifikasi berhasil mendaki lima puncak di lima benua, William Hacket berencana untuk melengkapi turnya
dengan mendaki Vinson Massif di Antartika, dan
Mount Everest di Himalaya pada tahun 1960. Akan tetapi dikarenakan oleh
berbagai kendala (kekurangan dana dan juga radang dingin), Hacket tidak pernah
bisa menambah koleksi puncak benuanya lebih dari lima.
Sekitar satu
dekade setelah Hacket, sosok lain yang juga patut mendapat tempat dalam catatan
sejarah seven summit adalah Naomi Uemura, seorang penjelajah solo dan pendaki gunung ulung dari Jepang. Seperti
halnya Hacket, Uemura juga telah berhasil mengantongi lima puncak gunung di
lima menara tertinggi benua dalam kisah pendakiannya. Gunung-gunung yang telah
berhasil didaki oleh Uemura adalah; Mont Blanc tahun 1966, gunung Kilimanjaro
juga tahun 1966, gunung Aconcagua tahun 1968, gunung Everest tahun 1970, dan
gunung Denali yang juga didaki oleh Uemura pada tahun 1970, tiga dari pendakian Uemura, dilakukannya secara
solo.1.3
Pada tahun
1978, Naomi Uemura pernah melakukan petualangan ke Kutub
Utara sendirian, namun sayangnya pada kesempatan itu ia tidak memiliki
kesempatan untuk mendaki hingga ke puncak Vinson Massif yang merupakan puncak
tertinggi di benua putih tersebut. Beberapa waktu kemudian, Uemura
mempersiapkan diri kembali ke Kutub Utara untuk mendaki Vinson Massif guna melengkapi lima
puncak gunung yang telah ia koleksi.
Selama dalam
persiapan ekspedisi Vinson Massif, Uemura melakukan pendakian solo kembali ke
Denali pada tahun 1984 yang kali ini dilakukannya pada musim
dingin. Sayangnya
dalam perjalanan turun dari puncak Uemura menghilang, diduga kuat ia lenyap
disapu badai musim
dingin gunung Denali yang terkenal memang
sangat ganas.
Figur Naomi Uemura dan William Hacket adalah dua bukti penting yang
menunjukkan bahwa ide dan konsep seven summit tidaklah
dapat dialamatkan pada sosok Reinhold Messner atau Richard Bass saja.
Obsesi yang ada pada diri Wiliam Hacket dan Naomi Uemura untuk menggenapi lima puncak menara
benua yang mereka daki dengan dua puncak lagi yang tersisa, adalah catatan
penting bagi cikal bakal ide seven summit yang kemudian lebih mendunia.
Konsep 7 Puncak Para Pionir
Richard Bass dan Frank Wells1.4 merumuskan sebuah konsep tantangan mountaineering yang mereka anggap menarik bernama the seven summits. Konsep seven summits yang dirumuskan oleh dua orang bisnisman sukses Amerika ini adalah dengan mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua di dunia.1.5 Adapun gunung-gunung yang menjadi list Dick Bass–Frank Wells adalah sebagai berikut:
- Gunung Everest 8.848 meter (Asia)
- Gunung Elbrus 5.642 meter (Eropa)
- Gunung Kilimanjaro 5.895 meter (Afrika)
- Gunung Denali 6.194 meter (Amerika Utara)
- Gunung Aconcagua 6.961 meter (Amerika Selatan)
- Gunung Vinson Massif 4.892 meter (Antartika)
- Gunung Kozciuszko 2.228 meter (Australia)
Richard Bass
tidak membuang waktu setelah membuat rumusan konsep ini, ia segera mendakinya satu-persatu. Hingga tak
lama kemudian, pada tanggal 30 April 1985, Richard Bass telah menyelesaikan
pendakiannya di Everest dengan bantuan pemandu David Breashears dan Sherpa Ang
Phurba. Setelah menyelesaikan puncak terakhir dalam list konsep summit yang ia
rumuskan, Bass menulis buku berjudul Seven
Summits (ia menjadi co-writer di sana) sebagai sebuah rekam jejak
atas keberhasilannya mencapai tujuh puncak benua tersebut.
Pada
pendakiannya di Everest, selain secara resmi mengokohkan
nama Richard Bass sebagai orang pertama di dunia yang berhasil mendaki seven
summit secara lengkap (versinya sendiri), Bass juga memperoleh predikat lain
dengan mematahkan rekor Chris Bonington sebagai pendaki tertua Everest. Bass
mencapai puncak Everest pada usianya yang ke-55 tahun, sedangkan lima tahun
sebelumnya, Bonington baru saja turun dari puncak Everest pada usianya yang
tepat setengah abad.
Beberapa
orang yang menilai cukup sinis, menganggap kemampuan Bass untuk menjadi orang
pertama yang terverifikasi berhasil mendaki seven summit adalah karena tak
lepas dari kesuksesannya sebagai pengusaha. Bass dianggap dapat dengan mudah
mendaki puncak-puncak tersebut dengan dukungan kantongnya yang tebal. Bass
adalah pengusaha minyak yang sukses, pemilik resort ski Snowbird di Utah, juga memiliki sebuah peternakan besar di Texas.
Akan tetapi
tampaknya alasan untuk mengkerdilkan kemampuan Bass dibidang mountaineering,
tidak cukup tepat jika hanya disandarkan pada kondisi finansialnya semata.
Frank Wells yang juga dapat dikatakan cukup sukses secara finansial, ternyata
tidak dapat menemani Bass sebagai seven summiter pertama. Ketika gagal dalam
pendakiannya yang pertama di Everest, Wells tak pernah berniat mencobanya lagi.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa, selain memiliki anggaran besar, tekad Bass
adalah modal lain yang ia miliki hingga sukses menjadi the first seven summiter.
Berbeda dengan Bass, Messner yang sebelumnya telah mendaki Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya pada tahun 1971, Aconcagua 1974, McKinley 1976, Kilimanjaro 1978, dan Everest juga ditahun 1978, mengumumkan list yang ia anggap lebih tepat untuk dijadikan seven summits versi dirinya sendiri. Daftar menara tujuh benua yang disusun oleh Messner adalah sebagai berikut;
- Gunung Everest 8.848 meter (Asia)
- Gunung Elbrus 5.642 meter (Eropa)
- Gunung Kilimanjaro 5.895 meter (Afrika)
- Gunung Denali 6.194 meter (Amerika Utara)
- Gunung Aconcagua 6.961 meter (Amerika Selatan)
- Gunung Vinson Massif 4.892 meter (Antartika)
- Gunung Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya 4.884 meter (Indonesia)
Daftar milik
Messner ini segera menjadi lebih banyak mendapat persetujuan komunitas
mountaineering dari pada yang digunakan Bass. Messner
dan Bass sama-sama sepakat mengambil Elbrus sebagai puncak tertinggi Eropa,1.6 namun untuk benua Oceania, keduanya berbeda
pendapat, Messner memilih Puncak Jaya di Pegunungan Sudirman Indonesia, sedang
Bass memilih gunung Kozciuszko di Australia.
Namun jika
dilihat lebih jauh dari sudut pandang geologi, hanya ada enam benua di bumi
ini, yakni Afrika, Antartika, Australia, Eurasia, Amerika Selatan, dan Amerika
Utara. Eropa tidak dapat dianggap sebagai sebuah benua yang mandiri karena
lokasi daratannya yang merupakan bagian dari Eurasia. Akan tetapi jika dilihat
dari perspektif politik dan ekonomi, Eropa dianggap sebagai sebuah
benua yang mandiri, sehingga Elbrus yang terletak pada perbatasan Asia di Rusia
selatan dapat dijadikan sebagai puncak gunung yang mewakili Eropa, bukannya
Mont Blanc di Alpen yang secara elevasi lebih rendah daripada Elbrus.
Perbedaan
pendapat daftar seven summit antara Bass dan Messner untuk Oceania (gunung
Carstensz Pyramid dan Kosciuszko) juga pada dasarnya mendapat penjelasan lain
dari sisi geologi. Wilayah ini tidak dapat disebut benua sesuai pengertian aslinya, namun hanya sebagai
wilayah Pasifik barat daya yang meliputi Australia, Selandia Baru, kepulauan
Fiji, Papua Nugini (Irian Jaya), Samoa, dan beberapa pulau lain di kawasan tersebut lainnya.
Pattrick
Allan Morrow, seorang pendaki gunung dan fotografer asal Kanada juga muncul
ikut meramaikan ide seven summit ini dengan terjun pula berkompetisi bersama
Richard Bass untuk menjadi seven summiter pertama. Yang membedakan Morrow dari
Bass adalah pilihannya untuk mematuhi daftar yang dibuat Messner sebagai prioritas.
Di tahun berikutnya setelah keberhasilan Richard
Bass sebagai the first seven summiter, Morrow pun mengumumkan namanya sebagai
orang kedua (versi Richard Bass) dan orang pertama (versi Messner) yang
berhasil mendaki secara lengkap tujuh puncak benua.
Pendakian seven summit yang dilakukan Morrow
terverifikasi sebagai berikut; Denali pada tahun 1977, Aconcagua tahun 1981,
Everest tahun 1982, Kilimanjaro tahun 1983, Kosciuszko tahun 1983, Vinson
Massif tahun 1985, Elbrus tahun 1985,
dan Carstensz Pyramid Puncak Jaya pada 7 Mei 1986.
Dari sudut
pandang gunung, daftar Messner dengan memasukkan Puncak Jaya memang lebih menantang. Seperti
diketahui, Carstensz Pyramid memiliki karakter ekspedisi yang lebih sulit
dibandingkan gunung Kosciuszko yang dapat didaki lebih mudah. Setidaknya ini
adalah argumentasi yang disampaikan Pattrick Morrow dalam membela daftar seven
summit milik Messner.
Lebih lanjut
Morrow menambahkan lagi; “Sebagai
pendaki pertama (daftar Messner) dan kolektor kedua (daftar Bass), saya merasa
dengan sangat yakin bahwa gunung Carstensz Pyramid adalah gunung tertinggi di
Australasia, dan lebih
pantas untuk menjadi tujuan seorang pendaki sejati (dalam target seven summit)”
Lebih lanjut
Morrow juga memberi pendapat mengenai Messner yang menjadi pencetus datfar list
yang ia ikuti “Satu-satunya
alasan mengapa dia (Reinhold Messner) bukan orang pertama yang berhasil menjadi
seven summitter adalah karena kesibukannya di fourteen eight thousander”
Seperti
diketahui, Reinhold Messner memang bukan orang pertama yang berhasil menjadi
seven summitter meski pun ia adalah salah satu orang
yang menetapkan daftar ke tujuh puncak yang di kemudian
hari menjadi daftar yang paling banyak digunakan dan dijadikan rujukan, walau pun beberapa
pendaki pada akhirnya mendaki pula gunung Kosciuszko di Australia untuk
memenuhi daftar seven summits versi Richard Bass.
Dari nomor
urut seven summiter, Messner berada pada posisi ketiga (menurut daftar Bass, di belakang Richard Bass dan Pattrick Morrow)
dan berada pada posisi runner up (menurut daftarnya sendiri) di belakang
Pattrick Morrow. Namun hal ini tentu bukan sebagai bentuk ‘kekalahan’ Messner
dalam perlombaan seven summit. Seperti
yang disampaikan Pat Morrow sendiri, Messner saat itu sedang sibuk mengejar
grand slam yang lebih besar yakni fourteen eight thousander atau the crown of Himalaya.
Dan itu
tidak berakhir percuma, posisi Messner sebagai yang ketiga di list seven
summiter, dicover secara sempurna dengan prestasinya sebagai pendaki pertama di
dunia yang berhasil mencapai empat belas puncak delapan ribu meter tanpa tabung
oksigen. Untuk catatan lebih jauh, Messner juga masih menduduki urutan pertama
dalam daftar seven summiter, jika hal itu diukur dari pendakian yang dilakukan
tanpa tabung oksigen. Jadi kesimpulannya, posisi finish di nomor urut dua dan tiga
bagi Messner bukanlah sebuah kekalahan, hampir semua komunitas mountaineering
dunia masih mendaulatnya sebagai salah satu mountaineer terbesar sepanjang masa.
Kritik, Saran dan, Opsi Baru
Dengan adanya tiga konsep seven summit yang berbeda dari Richard Bass, Reinhold Messner, juga versi William Hacket-Naomi Uemura, maka terdapat sedikit perselisihan mengenai manakah dari daftar tersebut yang benar-benar tepat untuk dijadikan sebagai target pendakian grand slam seven summit?.
Jalan keluar
dari perselisihan ini ditemukan dengan sangat mudah solusinya, dan hampir
sebagian besar publik mountaineering dunia umumnya menyetujui solusi ini. Seperti yang dilakukan
oleh Pat Morrow dan juga Messner dalam melengkapi daftar seven summit mereka
secara total, baik daftar versi Bass, maupun versi Messner sendiri. Maka saran serupa juga adalah jalan keluar untuk
memenuhi kualifikasi seven summit versi Hacket dan Uemura.
Saran terbaiknya adalah dengan mendaki semua gunung yang menjadi puncak benua baik menurut Hacket–Uemura, Messner, maupun Richard Bass. Dengan demikian, maka daftar gunung-gunung yang menjadi tujuan seven summit secara lengkap dari keempat pionir tersebut adalah sebagai berikut;
- Gunung Everest 8.848 meter (Asia)
- Gunung Elbrus 5.642 meter (Eropa)
- Gunung Kilimanjaro 5.895 meter (Afrika)
- Gunung Denali 6.194 meter (Amerika Utara)
- Gunung Aconcagua 6.961 meter (Amerika Selatan)
- Gunung Vinson Massif 4.892 meter (Antartika)
- Gunung Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya 4.884 meter (Indonesia)
- Gunung Mont Blanc 4.810 meter, Perancis (Eropa)
- Gunung Kosciuszko 2.228 meter (Australia)
Daftar
tersebut adalah yang paling banyak disarankan untuk dijadikan target pendakian
para pendaki yang mendambakan seven summiter. Dengan mengantongi semua puncak
gunung dalam daftar tersebut, seorang pendaki akan secara otomatis terpenuhi
syaratnya untuk menjadi seorang seven summiter dari versi mana pun, baik versi Messner, versi Bass, maupun
versi Hacket–Uemura.
Saat ini
hampir semua pendaki yang memburu seven summit, akan melakukan pendakian
mengikuti list Messner sebagai prioritas mereka, namun umumnya juga akan
mendaki gunung Kosciuszko di Australia untuk menggenapi daftar versi Bass.
Akan tetapi, sebagian besar pendaki akan memilih gunung
Elbrus saja sebagai perwakilan benua Eropa, yang artinya bahwa Mont Blanc yang
masuk list utama versi Hacket-Uemura tidak dirasa perlu lagi untuk didaki lagi
setelah mereka berhasil mencapai puncak Elbrus.
Hingga saat
ini, tercatat telah 416 orang yang berhasil mencatatkan dirinya sebagai peraih grand slam seven
summiter. 291 orang dengan mendaki Carstensz Pyramid, 263 orang yang mendaki
Kosciuszko, dan 148 orang yang mendaki kedua-duanya. Dari 416 orang seven
summiter, 71 orang di antaranya adalah wanita, 345
orang laki-laki, dan hanya 8 orang yang berhasil melakukannya tanpa dukungan
tabung oksigen, serta 8 orang pula yang tercatat telah meninggal dunia.1.7
Dari jumlah
ini, Jordan Romero dari Amerika tampil sebagai pendaki termuda yang berhasil
melengkapi puncak seven summit baik versi Casrtensz Pyramid maupun Kosciuszko,
Romero mencapai prestasi seven summiters pada usia
15 tahun 165 hari.
Sementara
itu untuk usia tertua dipegang oleh Werner Berger dari Kanada (76 tahun 5 bulan
30 hari), waktu tercepat penyelesaian pendakian seven summit dipegang oleh
Colin O’Brady dengan catatan waktu hanya 131 hari1.8 up to date, sementara waktu terlamanya dipegang oleh
Sherman Bull dari Amerika dengan durasi selama 41 tahun 9 bulan.
Melihat
angka keberhasilan yang cukup banyak ini, muncul juga beberapa kritik mengenai
grand slam seven summit yang dianggap ‘tidak
begitu menantang lagi’. Dan orang pertama yang menyampaikan kritik
tersebut adalah John Krakauer, sosok yang lebih banyak dikenal karena
bukunya Into Thin Air pada musibah
Everest 1996 yang menuai kontroversi dan tentangan
dari banyak pihak.
Menurut
Krakauer, secara teknis pendakian seven summit baik versi Messner lebih-lebih
versi Bass, bukanlah jenis tantangan yang dapat dianggap ‘super’ lagi dalam
ranah mountaineering. Lebih lanjut Krakauer mengatakan bahwa gunung K2
(tertinggi kedua setelah Everest) memiliki nilai tantangan yang lebih besar
baik secara teknis mau pun kesulitan daripada Everest
itu sendiri, sementara tantangan dari sisi iklim, cuaca, suhu rendah, dan angin
tetap sama.
Dalam
mengkritik seven summits ini, Krakauer tidak bertepuk
sebelah tangan, Bill Allen pendaki yang telah dua kali berhasil mendaki seven summit
(double seven summits) menjawab kritik Krakauer ini dengan mengatakan;
“Mendaki
puncak gunung tidak akan menjadikan kita tua, puncak delapan ribu meter yang
dianggap merupakan tantangan paling besar dalam mountaineering, terletak dalam
wilayah yang lebih sempit dari keseluruhan bumi yang luas ini. Selain itu
mendaki 14 puncak gunung delapan ribu meter secara lengkap juga merupakan
sebuah hal yang jauh lebih berbahaya, beberapa pendaki sekarat, mati,
ketika mereka baru berhasil mencapai sebagian dari empat belas puncak itu. Selain
itu, memang ada empat belas puncak utama yang tercatat secara resmi, namun
beberapa puncak juga (yang tidak resmi) mencapai ketinggian yang sama, sehingga cukup ironis ada beberapa orang yang mencapainya,
namun tidak dapat diakui sebagai bagian dari fourteen eight thousander”.
Karena
kritik Krakauer ini, atau kritik orang lain yang bernada sama, juga balasan
kritik dari Bill Allen yang mengomentari
pencapaian fourteen eight thousander sebagai sebuah tingkat yang terlalu tinggi
untuk dikejar mayoritas pendaki gunung dunia, maka bermunculan pulalah ide-ide
tentang apa yang kemudian disebut Seven
Second Summits, Seven Third Summits,
The Explorers Grand Slam (seven
summits + dua kutub), Himalayan Double
Header, 1.9 ataupun istilah paling baru yang
disampaikan Reinhold Messner ketika kematian Ueli Steck di tebing Nuptse beberapa waktu lalu, Himalayan
Horseshoe (Nuptse, Everest, Lhotse single tour). Tampaknya kemunculan
istilah-istilah ini selain terkait sebagai jawaban kritik seperti yang
dilontarkan Krakauer, juga merupakan jawaban dari pertanyaan klasik
mountaineering mengenai pencapaian yang rasanya tak pernah memiliki garis
finish atau batasan, “lalu apa lagi?”
Untuk grand slam pengganti sejenis seven summit, ide mengenai Seven Second Summits jauh lebih bergaung daripada yang lainnya. Entah siapa pencetus ide ini untuk pertama kalinya, namun hampir semua orang sepakat jika daftar untuk tantangan Seven Second Summit tersebut adalah sebagai berikut:
- Puncak K2, 8.611 meter, Asia.
- Puncak Ojos Del Salado, 6.893 meter, Amerika Selatan.
- Puncak Logan, 5.959 meter, Amerika Utara.
- Puncak gunung Kenya, 5.199 meter, Afrika.
- Puncak Dykh-Tau, 5.205 meter, Eropa.
- Puncak Tyree, 4.852 meter, Antartika.
- Puncak Mandala, 4.760 meter, Australasia.
- Puncak Towsend, 2.209 meter, Australia.
Nama
Christian Stangl menjadi ikut mencuat dengan hadirnya berbagai istilah baru
dalam pencapaian mountaineering ini. Stangl menjadi orang pertama di dunia yang
berhasil mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua secara lengkap,
sekaligus pula mendaki tujuh puncak tertinggi kedua di dunia secara lengkap, dan kemudian juga
berhasil mengoleksi tujuh puncak tertinggi ketiga di dunia secara lengkap.
Secara eksplisit prestasi Stangl ini lebih populer disebut sebagai Triple Seven Summiter. Dan Stangl
adalah orang pertama yang mendominasi hal itu.
Seven Third Summits adalah grand slam turunan dari Seven Summits dan Seven Second Summits. Dan meskipun dalam urutan setiap gunung yang diambil sebagai daftar dari
grand slam ini adalah nomor tiga tertinggi dari setiap benua, ini juga tidak
dapat dapat dikatakan mudah. Tantangannya tak kalah menakutkan daripada Seven Second Summits.
Pendakian K2
adalah raja dari grand slam Seven Second
Summits sebagai gunung yang paling tinggi, sekaligus yang paling sulit
untuk ditaklukkan dalam daftar tersebut. K2 meskipun secara ketinggian lebih
rendah daripada Everest, dan secara angka kematian masih berada di bawah
Annapurna, namun hampir semua mountaineer sepakat jika K2 adalah gunung delapan
ribu meter tersulit untuk didaki di dunia. Hal ini memang secara teknis
menempatkan Seven Second Summits
berada di atas Seven Summits jika
dilihat dari faktor kesulitan pendakiannya.
Sementara Seven Third Summits juga memiliki puncak
Kangchenjunga di India yang secara otomatis menjadi tantangan tersulit untuk
didaki. Dalam buku Mahkota
Himalaya telah dibahas bagaimana puluhan
nyawa melayang dalam usaha pendakian di Kangchenjunga, bahkan sebelum first
ascent puncaknya tercapai.
Secara lengkap gunung-gunung yang menjadi daftar Seven Third Summit adalah sebagai berikut;
- Puncak gunung Kangchenjunga, 8.586 meter, Asia.
- Puncak gunung Monte Pissis, 6.793 meter, Amerika Selatan.
- Puncak gunung Pico De Orizaba, 5.636 meter, Amerika Utara.
- Puncak gunung Skhara, 5.193 meter, Eropa.
- Puncak gunung Mawenzi, 5.149 meter, Afrika.
- Puncak gunung Mount Shinn, 4.661 meter, Antartika.
- Puncak Trikora, gunung Jaya Wijaya, 4.750 meter, Indonesia.
- Puncak gunung Mount Twynam, 2.195 meter, Australia.
Seven Third Summit adalah turunan ketiga sekaligus terakhir
dalam grand slam seven summit, membuat turunan selanjutnya semacam Seven Four Summits, atau Seven Fifth Summits tidak dapat lagi
diakui sebagai sesuatu yang relevan dengan tantangan tersebut. Jika ada
seseorang yang suatu ketika mengklaim dirinya atau membuat konsep turunan dari
Seven Third Summits, maka tampaknya itu adalah bentuk dari sebuah kemiskinan
kreatifitas serta sebuah usaha yang mengada-ada. Publik mountaineering dan para
pendaki professional juga mayoritas menyetujui jika dalam grand slam pendakian
menara tujuh benua, maka Seven Third
Summits adalah batasan final yang semestinya dipatuhi.
Seven Second Summits atau Seven Third Summits adalah opsi baru yang ditawarkan sebagai pencapaian baru bagi insan mountaineering atau para pendaki yang memburu pencapaian-pencapaian besar. Opsi baru ini benar-benar semakin tidak mudah dilakukan saat sebuah istilah ‘Triple Seven Summits’ juga mengemuka terkait kemampuan pendaki menyelesaikan ketiga grand slam tesebut sekaligus. dan Chrsitian Stangl dianggap sebagai salah satu alpinis besar abad modern ini dengan kemampuannya memecahkan kebuntuan pencapaian Triple Seven Summits (Seven Summits, Seven Second Summits, Seven Third Summits) tanpa tabung oksigen dan beberapa di antaranya dilakukannya secara solo.
Rekor Dalam Seven Summits
Setelah
Richard Bass, Pattrick Morrow, dan Reinhold Messner berhasil menjadi para
pendaki seven summit generasi pertama. Grand slam ini dengan segera mendunia,
menggugah banyak pendaki dari berbagai negara, komunitas, dan tingkat skill
yang berbeda untuk melakukannya pula. Dengan semakin besarnya animo publik
mountaineering dunia terhadap grand slam seven summit, maka dengan cepat pula
bermunculanlah beragam rekor dalam pendakian yang berkaitan dengan hal ini. Dan
berikut adalah beberapa catatan pendakian seven summit yang rasanya cukup perlu
untuk kita ketahui bersama.
Rob Hall1.10 bersama dengan Gary Ball berhasil menjadi dua orang pertama yang menyelesaikan sirkuit seven summit dalam tujuh bulan (seven summits in seven month). Kedua pendaki besar Selandia Baru ini memulai debut mereka di gunung Everest pada 10 Mei 1990, dan menyelesaikannya di puncak Vinson Massif tanggal 12 Desember 1990. Rob Hall dan Gary Ball memilih list seven summit versi Richard Bass, sehingga dalam pendakian ini, mereka tidak memasukkan Puncak Jaya sebagai salah satu tujuan mereka, walau pun beberapa waktu kemudian Rob Hall juga mendaki Carstensz Pyramid untuk menyempurnakan koleksinya.
Sementara Gary Ball, orang yang menjadi mitra Rob Hall ini, adalah salah satu mountaineer populer di Selandia Baru. Ia tercatat pernah mendaki puncak Everest sebanyak dua kali pada tahun 1990 dan tahun 1992, ia juga telah mendaki Mount Cook sebanyak 26 kali.1.11 Pada pendakian Gary Ball dan Rob Hall di Everest tahun 1990, mereka sempat mengudara langsung dalam sebuah stasiun televisi Selandia Baru pada jam-jam utama. Siaran telepon dari puncak Everest oleh Rob Hall dan Garya Ball ini membuat mereka pada bulan selanjutnya disponsosi untuk melakukan pendakian seven summit yang kemudian juga memecahkan rekor sebagai seven summits in seven month.
Selain itu, Gary Ball adalah orang yang juga ikut
mendirikan Adventure Consultant bersama
Rob Hall tahun 1991, sebuah agen pendakian gunung yang mencuat namanya pada
tragedi Everest 1996. Adventure
Consultant sendiri dapat dikatakan sebagai salah satu pionir dalam layanan pendakian komersial ke Everest,
yang sekaligus ikut andil juga dalam membawa Everest ke dalam era post
modern, sesuatu yang dipandang oleh beberapa pendaki sebagai babak eksploitasi dan komersialisasi Everest secara
massif.
Gary Ball
tewas pada tahun 1993 di Dhaulagiri, saat ia terserang pulmonary edema dalam
proses pendakian. Rob Hall yang menjadi partner
setianya menguburkan mayat Ball pada sebuah ceruk di gunung Dhaulagiri.
Sementara Rob Hall yang terus melanjutkan hidup dengan mendaki gunung, juga tak
pernah berpikir, jika tiga tahun kemudian ia pun harus kehilangan nyawanya sendiri di gunung Everest pada sebuah musibah yang
begitu fenomenal dan dramatis.
Setelah Gary
Ball dan Rob Hall, Junko Tabei dari Jepang memecahkan rekor sebagai pendaki wanita pertama yang berhasil
mencapai seven summits. Sebelumnya Tabei juga telah memegang rekor
lain, yakni sebagai pendaki wanita pertama di dunia yang mencapai puncak
Everest pada 16 Mei 1975. Tur seven summit yang dilakukan oleh Junko ditutupnya di puncak Carstensz Pyramid Puncak
Jaya pada 28 Juni 1992, hari di mana ia secara resmi menyandang
rekor sebagai the first woman seven
summiter.
Sosok
selanjutnya setelah Junko Tabei adalah Mary Lafever, pendaki wanita Amerika
pertama yang menjadi seven summiter setelah menyelesaikan pendakiannya di
gunung Kosciuszko di Australia pada 11 Maret 1993. Sebelumnya Mary Levefer yang
kadang disebut Dolly Lafever ini telah mendaki Everest di saat usianya mencapai 47 tahun, usia yang
membuatnya menyandang predikat sebagai pendaki wanita tertua di puncak Everest.
Tiga tahun
setelah Lafever, tepatnya tahun 1996, Chris Haver
mempersembahkan ‘medali’ lain bagi Amerika dengan menjadi pendaki Amerika
pertama yang bermain ski dari tujuh puncak benua. Gunung pertama yang menjadi
titik awal debut Haver adalah Everest yang berhasil ia daki pada tahun 1989
saat ia berusia 23 tahun, kemudian Haver melanjutkan ke McKinley pada tahun
1993, dan Kilimanjaro pada awal 1994.
Masih di tahun yang sama, Haver juga menyelesaikan
misinya di Elbrus, Kosciuszko, dan juga Vinson Massif. Misi Haver selesai pada
tahun 1996 ketika ia berhasil mendaki dan bermain ski dari puncak gunung
Aconcagua di Argentina pada usianya yang kurang dari dua minggu genap 30 tahun.
Yasuko Namba
adalah runner up seven summiter setelah Junko Tabei dalam sejarah
mountaineering wanita Jepang, Yasuko menggenapkan pendakian tujuh puncaknya di
Everest pada bulan Mei tahun 1996, yang mana itu juga merupakan hari kematian
bagi Yasuko ketika ia terjebak pada perjalanan turun dari puncak. Yasuko
mendaki Everest bersama tim Adventure
Consultant pimpinan Rob Hall. Musibah
itu sendiri menewaskan empat anggota Adventure
Consultant, termasuk sang pemimpin tim.
Tahun 2000,
pendaki Kroasia paling populer Stipe Božić juga
berhasil mencapai seven summit, Božić adalah
orang Eropa kedua setelah Reinhold Messner yang berhasil
mencapai puncak Everest 2 kali.
Susan
Ershler dan Phil, menjadi pasangan pertama yang berhasil mendaki tujuh puncak
benua, setelah mereka mencapai puncak Everest pada 16 Mei 2002. Ershler adalah
pendaki wanita Amerika keempat yang berhasil mendaki seven summit. Selain itu
Ershler juga adalah seorang pembicara motivasi yang banyak menyampaikan kuliah
dan pelatihan berdasarkan pengalamannya dalam mendaki gunung.
Tanggal 17
Mei 2006, seorang pendaki gunung asal Inggris bernama Rhys Jones berhasil
menjadi seven summiter termuda pada usianya yang pas 20 tahun. Satu tahun
berikutnya, Mei 2007, Samantha Larson pendaki cantik berusia 18 tahun dari Long Beach,
California, Amerika, mengalahkan rekor Jones dengan
berhasil pula menjadi seven summiter pada usianya tepat 18 tahun 220 hari.
Selain sebagai sebagai seven summiter wanita termuda, Samantha juga menjadi
pemegang rekor sebagai pendaki wanita termuda di Everest non Nepal.
Dalam rekor
seven summiter, Samantha Larson dan ayahnya, Dr. David Larson juga menjadi ayah
dan anak (wanita) pertama yang melakukan pendakian Seven Summits secara
komplit, baik untuk daftar seven summit versi Messner, maupun seven summit
versi Dick Bass.
Seorang
pendaki dan atlit wingsuit base jumping muda dari kota yang sama dengan asal
Samantha Larson, California, bernama Johny Robert Strange, atau yang lebih
dikenal sebagai Johny Strange juga pernah memegang rekor pendaki termuda seven
summit pada usianya yang ke 17 tahun 161 hari di bulan Juni 2009. 26 Mei 2011,
Geordie Stewart juga pernah menjadi pendaki Inggris termuda yang mencapai seven
summit pada usianya yang ke-22 tahun lebih 21 hari. Sosok lain yang kemudian melibas predikat
termuda seven summit adalah George Atkinson dari Inggris yang mencapai puncak
seven summit pada usia 16 tahun, Atkinson memegang rekor itu hanya selama tujuh
bulan sebelum akhirnya dikalahkan oleh Jordan Romero dari Amerika yang
menyelesaikan tour seven summitnya pada usia 15 tahun.
Patut
dicatat juga pada masa-masa ini nama pendaki wanita India bernama Khrusnaa
Patil. Patil
adalah wanita India pertama dan termuda
yang mencapai puncak Everest. Pada kisaran tahun 2009–2010 Patil pernah membuat
semacam tantangan dalam tour seven summitnya. Ia menantang
siapa pun (tapi harus wanita) untuk menyelesaikan waktu pendakian seven summit mengalahkannya. Dalam
tantangan ini Patil telah berhasil mencapai semua puncak benua kecuali McKinley
sebelum tahun 2010. Akan tetapi tampaknya takdir berkata lain untuk Patil, pada
pendakian seven summitnya yang terakhir di Denali atau McKinley, Patil terpaksa
harus menelan kegagalan setelah guide yang menemaninya jatuh sakit dan tak
dapat lagi melanjutkan ekspedisi.
Rekor lain
dalam dunia seven summit adalah apa yang dilakukan Kit Deslauriers dengan
menjadi wanita pertama yang mendaki seven summit hingga ke puncak dan turun
menggunakan ski. Debut Deslauriers ini dimulai pada bulan Mei tahun 2004 ketika
mendaki puncak Denali dan turun menggunakan ski dari sana. Tahun 2005,
Deslauriers melanjutkan tournya dengan descending menggunakan ski dari puncak
Elbrus, Kosciuszko, Vinson Massif, Aconcagua. Awal tahun 2006, Kilimanjaro di Afrika juga berhasil dituruni oleh
Deslauriers dengan ski. Sementara untuk tantangan terakhir sekaligus tertinggi,
puncak Everest, berhasil dilakukan Deslaurers pada 18 Oktober 2006, jam 11 pagi
waktu setempat.
Tiga bulan
setelah rekor Deslauriers tercipta, dua pendaki dan atlit ski dari Swedia (Olof
Sundström dan Martin Letzter) juga berhasil melakukan descending dari semua
puncak seven summit menggunakan ski. Lebih jauh, Sundström dan Letzter juga
bermain ski pada salah satu bagian dari Carstenz Pyramid, sehingga
menyempurnakan rekor mereka sebagai pemain ski seven summits dalam dua list sekaligus (versi Messner dan
versi Bass).
Perlombaan
kecepatan menyelesaikan seven summit juga menjadi hal yang menarik pula untuk
kita ketahui bersama. Dan
pendaki India bernama Malli Mastan Babu berhasil menjadi pemegang rekor yang
pertama dengan waktu pendakian total 172 hari pada tahun 2006. Henrik
Kristiansen dari Denmark juga berhasil menyusul prestasi Mastan Babu pada tahun
2008 dengan mencatatkan waktu hanya 136 hari untuk menyelesaikan seven summit
(termasuk gunung Carstensz Pyramid dan Kosciuszko), lebih cepat 36 hari dari
Mastan Babu untuk menyelesaikan daftar Bass.1.12 Rekor Kristiansen ini juga mengalahan rekor
Ian McKeever, pendaki dari Irlandia yang tewas tersambar petir di Kilimanjaro,
yang sebelumnya juga berhasil mencatatkan rekor 156 hari dalam menyelesaikan
tour pendakian seven summit.
Selanjutnya
nama yang juga menarik dalam rekor seven summit adalah Vernon Tejas, pendaki
gunung sekaligus guide professional dari Amerika.
Tejas mengalahkan rekor Kristiansen dengan selisih hanya dua hari, ia memulai
pendakian seven summitnya pada 18 Januari 2010 di Vinson Massif, dan selesai
tanggal 31 Mei 2010 di puncak Denali, total 134 hari yang dibutuhkan Tejas
untuk menyelesaikan seven summit.
Vernon Tejas
adalah salah satu mountaineer top Amerika, ia memiliki segudang prestasi dan
pengalaman mountaineering. Hingga saat ini ia adalah satu-satunya orang
yang telah sepuluh kali menyelesaikan pendakian seven summit dalam daftar Bass,
dan tiga kali untuk daftar Messner.
Tejas juga diketahui sebagai orang pertama yang mencapai
tujuh puncak tertinggi benua secara soloing, bahkan untuk gunung Denali saja,
Tejas telah mendakinya sebanyak 54 kali, dengan catatan sebagai first solo winter ascent1.13 dan juga first
paraglider descent. Pada
pendakian solo musim dinginnya di Denali, Tejas sempat mengibarkan bendera
Jepang di puncak, ini ia lakukan sebagai
penghormatannya kepada sosok Naomi Uemura.
Diketahui juga, bahwa Tejas telah mendaki paling tidak 11
kali di puncak Everest, 34 kali di gunung Elbrus, 25 kali di gunung Aconcagua,
3 kali di Carstensz Pyramid,1.14 36 kali di Vinson Massif, 15 kali
di Kilimanjaro, 3 kali di Mont Blanc dan 2 kali di gunung Rainer. Sedangkan di Gunung Logan Amerika Utara, dan Gunung Hunter (masih wilayah Denali)
Tejas tercatat sebagai orang yang melakukan pendakian musim dingin pertama.
Sementara gunung lain yang juga pernah dijelajahi oleh Tejas adalah Cho Oyu,
Chimborazo, Matterhorn, Cotopaxi, Kinabalu, Saint Elias, dan masih banyak lagi.
Daftar rekor
seven summit masih berlanjut dengan nama Carlos Soria Fontán yang tercatat
sebagai seven summiter tertua (71 tahun) pada tahun 2010, untuk kemudian rekor
ini dipatahkan oleh Werner Berger dari Kanada yang menjadi seven summiter pada
usia 76 tahun (21 November 2013).
Cason Crane
memegang rekor yang lebih unik dengan menjadi gay/homoseksual pertama yang
mencapai seven summit.1.15 Kemudian ada
juga nama Tashi Malik dan Nushi Malik, dua saudara kembar wanita dari India yang menjadi saudara kembar
pertama yang berhasil menjadi seven summiter.
Tashi Malik dan Nushi Malik adalah dua saudara kembar
yang cukup berhasil dalam dunia mountaineering. Selain
sebagai seven summiter kembar pertama, mereka juga tercatat sebagai pendaki
kembar wanita Everest yang pertama, saudara kembar pertama yang menyelesaikan Adventures Grand Slam & the Three Pole
Chalengge (Kutup Utara, Kutup Selatan, dan Mount Everest), saudara kembar
pertama yang mencapai Kutup Selatan, saudara kembar pertama yang mencapai Kutub
Utara, dan juga saudara kembar pertama yang berhasil mencapai puncak Mount Cook
di Selandia Baru.
Vanessa O’Brien akhirnya tampil menjadi wanita pertama
yang mencapai puncak seven summit dengan waktu tercepat pada tahun 2013
(sebelumnya sempat didambakan oleh Khrusnaa Patil). Catatan waktu O’Brien
adalah 10 bulan. Di samping nama
Vanessa, ada juga Janusz Kochański dari
Polandia yang berhasil mencatatkan waktu pendakian seven summit daftar Messner
selama 126 hari, dimulai dari 14 January 2017 di Vinson Massif, dan berakhir di
Everest pada 20 Mei 2017.
Pendaki yang
akhirnya memegang rekor tercepat dalam seven summiter, baik versi Bass maupun
versi Messner adalah Colin O’Brady1.16 dari Amerika yang menyelesaikan
keseluruhan pendakiannya selama 131 hari. O’Brady memulai debutnya di Vinson
Massif pada 17 Januari 2016, kemudian Aconcagua pada 31 Janurari 2016,
Kilimanjaro 9 Februari 2016, Kosciuszko 17 Februari 2016, Carstensz Pyramid 4
Maret 2016, Elbrus 10 Maret 2016, Everest 19 Mei 2016, dan terakhir McKinley
pada 27 Mei 2016.
Dalam
pendakiannya ini O’Brady juga sekaligus tampil sebagai orang tercepat yang
menyelesaikan Explorers Grand Slam &
Three Pole Chalengge dengan waktu 139 hari. Selain puncak seven summit,
O’Brady juga tercatat pernah mendaki Manaslu, Cayambe, Cotopaxi, Chimborazo,
Fuji, Saint Helens, dan yang lainnya.
Tanggal 14 Mei 2018, rekor Kochanski dipatahkan oleh seorang pendaki Australia bernama Steve Plain yang berhasil menyelesaikan sirkuit grand slam seven summits hanya dalam waktu 117 hari, sembilan hari lebih cepat dari Janush Kochanski. Plain memulai pendakiannya di Vinson Massif pada tanggal 16 Januari 2018 berlanjut kemudian secara berurutan ke Denali, Elbrus, Aconcagua, Kilimanjaro, Carstensz Pyramid dan terakhir Everest pada 14 Mei.
*
>>> KLIK TAUTAN INI UNTUK
MENDAPATKAN BUKU-BUKU PENDAKIAN GUNUNG TERBARU DI INDONESIA <<<
Posting Komentar untuk "SEJARAH LENGKAP PENDAKIAN SEVEN SUMMIT ATAU 7 PUNCAK DUNIA"