Indonesia Menuju Puncak Hkakabo Razi
2020 mendatang, beberapa pendaki
profesional Indonesia akan melakukan sebuah ekspedisi besar menuju Gunung
Hkakabo Razi di Myanmar. Terus terang sebagai salah satu penulis buku mountaineering
di Indonesia, saya sangat antusias mendengarnya. Ini dalam sudut pandang saya,
jauh lebih penting dan krusial daripada ekspedisi menuju Everest. Jika
pendakian ini berhasil, ini akan membuat sejarah. Bahkan lebih jauh secara
kompetensi dan keberuntungan, ini nampaknya juga mengalahkan beberapa pendaki
gunung terbaik di dunia yang pernah mencobanya, dan gagal.
Para pendaki Indonesia dalam persiapan menuju Hkakabo Razi, sebuah kebanggaan luar biasa bagi khazanah mountaineering bangsa ini jika kemudian mereka berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di Asia Tenggara tersebut.
(sumber foto:industry.co,id)
Apa alasan saya mengatakan
pendakian ini sangat penting bagi sejarah mountaineering Indonesia?
Ada beberapa hal sebenarnya yang
cukup signifikan sebagai alasan. Salah satunya bahwa Hkakabo Razi adalah gunung
yang dalam buku The World of the Limit Sky (Dunia Batas Langit) dianggap
sebagai salah satu pengganti Everest dari sisi petualangan, tradisional, keterasingan dan
juga nilai estetika. Dengan catatan sejarah dan kisah pendakian di atasnya,
Hkakabo Razi adalah gunung yang sangat istimewa.
Dan berikut kutipan lengkap
tentang Hkakabo Razi yang tertulis dalam buku Dunia Batas Langit. Oya, buku
Dunia Batas Langit mudah-mudahan akan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dalam
waktu dekat. Dan sebuah syukur mendalam ada penulis Indonesia tema
mountaineering yang karyanya bisa dibaca hingga luar negeri.
>>>
Hkakabo Razi dengan
ketinggiannya yang hanya 5.881 meter tentu sangat jauh jika ingin disandingkan
dengan Everest, akan tetapi proses pencapaian gunung yang merupakan puncak tertinggi
Asia Tenggara ini (Hkakabo Razi terletak di Myanmar) cukup menarik untuk
disimak lebih jauh.
Tahun 1996, pendaki
Jepang bernama Takashi Ozaki dan Nyima Gyaltsen mengklaim berhasi; mencapai Puncak
Hkakabo Razi sebagai first ascent. Dalam pendakian tersebut, Ozaki dan Gyaltsen
tidak membawa GPS dan altimeter untuk mengukur ketinggian secara akurat. Ketika
Gamblang Razi (puncak lain yang dekat
dengan Hkakabo Razi) berhasil diukur pada ketinggian 5.870 meter di tahun 2013
(menggunakan GPS yang lebih canggih), yang memungkinkannya menjadi puncak tertinggi
Myanmar, juga Asia Tenggara, Ozaki tiba-tiba mengklaim bahwa Puncak Hkakabo
lebih tinggi dengan menyebutkan angka 5.881 meter, meskipun sebelumnya ia mengatakan tidak membawa GPS pada
pendakian first ascentnya di Hkakabo Razi.
Bulan Agustus tahun
2014, dua orang pendaki Burma dikabarkan mencapai Puncak Hkakabo Razi (Ko Aung
Myint Myat dan Ko Wai Yan Min Thu) pada tanggal 31 Agustus. Akan tetapi kontak
kepada dua pendaki Burma ini terputus karena keduanya kahabisan battery untuk
berkomunikasi. Sebelum kontak hilang keduanya mengklaim telah mencapai
puncak, memasang bendera Myanmar dan juga meletakkan sebuah patung budha kecil
di titik tertinggi Hkakabo Razi. Dua pendaki Burma yang hilang ini tak pernah
ditemukan, bahkan sebuah helikopter yang
berupaya mencari keduanya pada bulan Oktober 2014 juga mengalami kecelakaan,
menewaskan satu orang pilot dan memaksa satu pilot lainnya beserta para tim
penyelamat (sebagian besar pendaki gunung) melakukan survival selama 11 hari
mencari jalan pulang.
Karena dua
pendaki Burma yang dikonfirmasi mencapai Puncak itu hilang (kemungkinan besar
sudah tewas), maka ketinggian yang sebenarnya dari Hkakabo Razi masih
dipertanyakan (GPS yang dibawa kedua pendaki Burma itu ikut hilang bersama
mereka). Sejauh ini belum ada yang menganulir pencapaian fisrt ascent Ozaki dan
Gyaltsen, namun juga belum ada yang secara resmi dan meyakinkan mendukung klaim
mereka (utamanya dari kalangan pendaki gunung).
Kisah Hkakabo Razi ini
semakin menarik ketika tahun 2014 bulan Nopember sebuah tim dari National Geographic Society
berkolaborasi dengan The North Face
mensponsori sebuah ekspedisi besar menuju Puncak Asia Tenggara tersebut. Dalam
ekspedisi ini, tim menggunakan alat pengukur ketinggian yang sama dengan yang
digunakan oleh tim Burma saat mengukur ketinggian Gamlang Razi. Ekspedisi ini
dipimpin oleh Hilaree O’Neil dengan anggotanya antara lain Mark David Jenkins,
Cory Richards, Renan Ozturk, Emily Harrington dan juga Taylor Rees (nama-nama
ini tentu tidak asing, karena sebagian besar adalah atlit utama dari merek The North
Face).
Dalam pendakian ini,
Ozturk, Jenkins dan Richards melakukan upaya terakhir untuk mencapai puncak namun
terhenti pada ketinggian 5.742 meter. Menariknya menurut Ozturk, Richards dan
juga Jenkins, ketinggian Hkakabo Razi masih menjulang sekitar 240 meter lagi,
dan ini artinya secara tidak langsung juga menggugurkan klaim ketinggian yang
disebutkan oleh Ozaki (Ozaki menyebutkan ketinggian 5.881 meter. Jika kemudian dugaan Ozturk cs
benar maka klaim Ozaki akan terpaut sekitar 100 meter lebih rendah dari
ketinggian gunung yang sebenarnya).
Gunung Hkakabo Razi pada musim dingin dengan puncak utamanya yang masih
menyimpan misteri.
Sumber foto: Myanmar Business Today
Menarik membahas
bagaimana ekspedisi sekelas National Geographic Society berkolaborasi dengan
The North Face bisa menemui kebuntuan di Hkakabo Razi. Untuk urusan dukungan
sumberdaya, baik itu yang berbentuk perlengkapan (tim ini juga membawa sekitar
3 buah drone canggih), data, porter, guide, dan juga logistik tentu tak akan
kurang. Sementara
nama-nama pendaki yang ikut juga adalah orang-orang dengan karier mountaineering
yang dikenal secara global, lalu bagaimana mungkin mereka bisa gagal?.
“Dibutuhkan waktu satu bulan menembus hutan tropis untuk mencapai gunung
ini, kita bahkan bisa mati terserang malaria sebelum berhasil melihat kaki
gunungnya” tutur Mark Jenkins menyampaikan salah satu alasan ‘keistimewaan
Hkakabo Razi’.
Kesuksesan sebuah
ekspedisi mountaineering kadang lebih banyak bukan ditentukan oleh kecanggihan
gear, kelengkapan fasilitas ataupun pula oleh nama besar. Ada banyak ekspedisi
yang diisi oleh orang-orang besar dengan dukungan super yang berujung pada
kegagalan, ekspedisi Hkakabo Razi oleh National Geograhic Society dan The North
Face bukanlah satu-satunya.
Menyimak keterangan ini
dan juga membandingkannya dengan kisah upaya pencapaian Puncak Everest sebelum
tahun 1954, Hkakabo Razi jelas memiliki kelayakan untuk menjadi the next
Everest, khususnya dalam hal pendakian yang menekankan gaya tradisional.
Hkakabo Razi terpencil, terisolasi, lokasi terdekat untuk mencapai kakinya
membutuhkan satu bulan berjalan kaki menembus hutan tropis, puncaknya masih misteri,
rutenya juga belum jelas.
Bagi
seorang pendaki tradisional ini adalah seperangkat kesempurnaan yang selama ini
ia cari-cari. Dari sudut pandang sebuah ekspedisi mountaineering dengan segala
tantangan dan originalitasnya, mungkin tak ada yang mengalahkan Hkakabo Razi
saat ini. Dan jika dilihat lebih jauh dari sisi ini, Hkakabo Razi sudah jelas
pantas menjadi ‘pengganti’ Everest.
Hilaree O’Neil, pemimpin ekspedisi National
Geographic Society dan The North Face ke gunung Hkakabo Razi tahun 2014.
Kegagalan mencapai puncak saat itu membuat beberapa pendaki menangis, termasuk
pula Hilaree.
Sumber foto: google
Sebagai salah satu
bagian dari Asia Tenggara, Indonesia seharusnya ambil bagian dalam hal ini,
mengukir sejarah mountaineering secara global dengan mengirim para pendakinya
ke Hkakabo Razi. Urusan menembus hutan hujan tropis yang lebat bukan masalah
buat anak negeri kita. Para
pendaki Indonesia telah terbiasa dengan hal itu. Indonesia juga memiliki banyak
pendaki berbakat yang memiliki talenta luar biasa. Dan memberi mereka kesempatan untuk
menorehkan nama bangsa dalam kancah mountaineering dunia adalah sebuah hal yang
harus diupayakan.
Sebagai salah
satu anak bangsa yang besar ini, saya secara pribadi sangat berharap Indonesia
ikut serta, dan adalah sesuatu yang tidak mustahil jika nanti sang dwiwarna
merah putihlah yang akan berkibar dengan jaya sebagai yang pertama di Puncak Asia Tenggara tersebut.
Semoga diberikan Kelancaran
BalasHapusAamiin