HANTU DARI PUNCAK LAWU
“… Mas njenengan beneran ketemu sama orang
yang rambutnya kribo dipuncak kemarin…?” Suara mas Agus terdengar dari
ujung telepon, menggugah saya yang masih terkantuk kantuk.
“… Beneran mas Agus, ada apa mas ya..?”
suara masih serak saya balik bertanya ke mas Agus.
“… Lho njenengan nggak lihat berita to,
orang itu hilang dan sekarang proses pencarian oleh tim SAR…”
Baru saya kaget
setelah mendengar kalimat mas Agus selanjutnya, beliau, mas Agus, adalah salah
satu volunteer gunung Lawu, iya juga tergabung dalam team SAR yang biasanya
mengevakuasi para pendaki yang mengalami musibah di gunung yang terkenal dengan
puncak Hargo Dumilah tersebut. Saya berkenalan dengan mas Agus, sekitar satu
minggu yang lalu, ketika saya melakukan pendakian ke gunung Lawu, saya
menitipkan sebagian barang bawaan saya di rumah sekaligus warung milik beliau,
karena rumah mas Agus berada persis di samping sebelah kiri pintu gerbang
pendakian gunung Lawu melalui jalur Cemoro Sewu.
Sungguh bukan
pilihan yang bijaksana, mendaki gunung yang indah kebanggaan kota Tawangmangu
dan warga daerah Magetan ini pada bulan Januari, ketika hujan dan kabut turun
nyaris setiap hari. Pun saat saya melakukan hal tersebut, sepanjang jalan hujan
gerimis dan kabut yang memutih tak pernah sirna. Hingga pun saat ini, saya
tidak tahu dimanakah spot spot spektakuler pada banyak foto super menakjubkan
yang banyak beredar di internet tentang gunung Lawu, karena selama saya berada
digunung tersebut, dari mulai naik hingga saya turun kembali, saya tidak
mendapatkan banyak hal kecuali perjalanan yang memutih dan basah dikelilingi
oleh kabut dan rintik hujan.
Ada rasa janggal
saat itu, ketika saya membuka mata dari dalam bungkusan kantong tidur dibawah
atap rumah warung Mbok Yem di puncak Hargo Dalem, lapat lapat saya mendengar
suara biduan bernyanyi lagu dangdut, kemudian iklan shampoo, kemudian iklan
odol, dan acara khas tv lainnya. Aneh saja rasanya ditempat setinggi dan sejauh
ini, tayangan layar kaca bisa terdengar.
Saya menemukan
dua orang sedang bercengkrama di depan sebuah pesawat tv sambil terbungkus
sarung dan dua gelas kopi hitam didepan mereka. Sedang menikmati acara
dangdutan dari sebuah program tv yang ternyata memang ditenagai oleh mesin
genset yang terdengar tidak jauh dari rumah Mbok Yem. Saya tidak terlalu
memperdulikan mereka, yang pastinya salah satu dari dua orang terbungkus sarung
itu berambut kribo, itu yang saya ingat.
Setelah mengisi
perut dengan gorengan dingin dan mie goreng buatan Mbok Yem, saya kembali masuk
sleeping bag. Si rambut kribo dan rekannya masih asyik menonton tv.
Baru kemudian
sekitar jam 03: 40 dini hari saya terbangun lagi, dan suasana sudah sepi, tidak
ada suara tv, rambut kribo dan rekannya juga sudah tidak ada lagi, saya tidak
tahu mereka kemana.
Tidak ada yang
aneh sampai mas Agus volunteer gunung Lawu itu menelpon saya dan mengkonfirmasi
hilangnya pendaki gunung dengan ciri rambut kribo di gunung tersebut. Saya
hanya bercerita apa adanya tentang yang saya temukan. Sedikit dramatis adalah
saya berjumpa orang berambut kribo itu pada malam Senin, sedangkan pendaki
kribo yang dikabarkan hilang itu, telah mendaki sejak hari Rabu dan jadwalnya sudah
kembali turun pada hari Sabtu. Dan ketika hingga hari minggu ia belum juga
turun gunung, asumsi bahwa ia mengalami musibah itu pun segera muncul, dan
kabarnya memang hingga saat Mas Agus menghubungi saya, si pendaki kribo itu
belum juga ditemukan.
Saya tidak tahu,
apakah yang saya temui di warung mbok Yem itu adalah si pendaki kribo yang
hilang ataukah orang lain, saya tidak dapat memastikannya.
Namun belakangan
yang membuat saya lega adalah, ketika saya mendengar kabar kalau mbok Yem juga
memiliki anak laki laki dewasa, yang konon juga memiliki rambut yang cukup
lebat dan keriting ekstrem.
Dan saya hanya
ingin menduga jika yang saya temui adalah anak Mbok Yem, bukan “hantu” pendaki
kribo yang hilang itu, melainkan anak Mbok Yem sendiri.
RESPECT
Gunung memang
sebuah tempat eksotis yang saat ini menjelma menjadi destinasi utama tujuan
petualangan anak-anak muda, banyak spot-spot indah dan luar biasa fantastis
dapat kita temui dalam perjalanan mendaki gunung. Akan tetapi meskipun
demikian, kisah-kisah seram dan mengandung unsur supranatural banyak pula ditemui
dalam setiap perjalanan mendaki gunung, sebagian pendaki menganggap serius hal
ini, sebagian yang lain malah tidak terlalu mengacuhkannya.
Saya secara
pribadi lumayan sering ditanya juga mengenai hal ini, apakah saya pernah
bertemu hantu atau tidak saat mendaki gunung, apakah saya pernah menjumpai
kejadian aneh atau tidak saat perjalanan menggapai puncak sebuah gunung.
Dan jawaban yang
saya berikan selalu sama ;
“… Allhamdulillah tidak pernah, semoga Allah
SWT menjaga saya dari hal-hal seperti itu…”
Saya memang
pernah beberapa kali tersasar dan salah jalan saat mendaki gunung di Sumatera,
di Kalimantan, dan juga di gunung Merapi di Jawa Tengah ini, namun menemukan
sebuah kejadian yang dapat saya simpulkan sebagai kejadian aneh, dan ada unsur
‘makhluk halusnya’, Allhamdulillah belum pernah saya alami, dan sekali lagi,
semoga Allah menjaga saya dari hal demikian.
Saya mengambil
sikap tengah-tengah untuk menjawab fenomena semacam ini dalam ruang lingkup
hiking dan mendaki gunung di Indonesia. Kita tinggal di Indonesia yang penuh
dengan adat budaya kental yang beragam, memiliki masyarakat yang memiliki akar
sejarah pada kepercayaan animisme dan dinamisme, tak bisa kita hindari,
pengaruh pemikiran dan kepercayaan yang telah berakar kuat ini sangat erat
kaitannya dengan fenomena-fenomena yang disebut sebagai keikut sertaan makhluk
halus dalam berbagai aktifitas kehidupan masyarakat.
Meskipun demikian,
sebagai seorang muslim memang sudah sepatutnya kita untuk memiliki sikap yang
bijaksana dalam melihat hal semacam ini. eksistensi dan hakikat keberadaan
makhluk alam lain yang ada disekitar kita tidak dapat kita nafikan, selain ini
juga merupakan sebuah landasan dasar rukun iman seorang muslim, ada banyak
bagian dalam hidup yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mengandalkan alasan
ilmiah dan logika semata, yang seyogyanya fenomena tersebut dapat menjadi acuan
dalam berpikir bahwa manusia dan mahkluk hidup kasat mata lainnya, bukanlah
jenis satu-satunya hamba Tuhan yang bersemayam dalam mayapada ini.
Oleh karena itu,
sikap utama yang harus kita kedepankan dalam melihat hal semacam ini adalah
respek, itu menurut pemikiran saya. Respek dalam artian kita menghormati mereka
(makhluk dari dimensi tak kasat mata dan kegaiban ini) sebagai sesama makhluk
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Khalik, Tuhan Yang Maha Menciptakan aneka purwarupa
kehidupan semesta, baik yang dapat kita mengerti secara logika, maupun yang
hanya dapat kita fahami dari sudut pandang iman dan keyakinan semata.
Pada
implementasinya, sikap respek ini menjadi sebuah prinsip yang dapat kita pegang
erat, dimanapun bumi kita pijak, dimanapun langit kita junjung, tak terkecuali
digunung-gunung tempat kita mendaki. Sikap respek akan menjaga kita dari
perasaan takut yang berlebihan kepada ‘mereka’, dan disisi lain juga tidak
menjadikan kita takabbur dengan seolah meniadakan kehadiran mereka disekitar
kita, utamanya di gunung-gunung dan lembah-lembah, medan petualangan yang sering kita datangi..
Salam...
Posting Komentar untuk "HANTU DARI PUNCAK LAWU"