DI NEGERI TAK BER-TUHAN, DIMANAKAH AKU BERADA …?
Sesekali saya tidak melulu mengisi blog ini dengan catatan petualangan
dan pendakian gunung semata. Kadang kadang saya juga menuliskan keresahan dan
kegelisahan saya disini, kegelisahan tentang lingkungan, dan keresahan tentang
keadaan. Dan ini adalah salah satuya, semoga sahabat tidak keberatan membacanya…
Ini adalah tulisan saya dua tahun lalu, dan saya perhatikan isinya masih
sesuai untuk kondisi kita saat ini.
….
Aku
khawatir terhadap suatu masa
Yang
roda kehidupannya dapat menggilas keimanan
Keimanan
yang hanya tinggal pemikiran
Yang
tak berbekas dalam perbuatan
Banyak
orang baik tapi tak berakal,
Ada
orang berakal tapi tak beriman...
Ada
lidah fasih tapi berhati lalai
Ada
yang khusuk, namun sibuk dalam kesendirian.
Ada
ahli ibadah, tapi mewarisi kesombongan iblis
Ada
ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi..,
Ada
yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat
Ada
yang menangis karena kufur nikmat..,
Ada
yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat
Ada
yang berhati tulus, tapi wajahnya cemberut.
Ada
yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan
Dan ada
pelacur, yang tampil menjadi figur.
Ada
orang yang punya ilmu tapi tak faham
Ada
yang faham, tapi tak menjalankan..,
Ada
yang pintar tapi membodohi
Ada
yang bodoh tapi tak tahu diri..,
Ada
orang beragama, tapi tak berahklak
Ada
yang berakhlak, tapi tak ber – Tuhan
Lalu...,
diantara semua itu
Dimanakah
aku berada....???
.....
Mungkin dibutuhkan perenungan yang jujur untuk bisa menyadari dimana sebenarnya kita telah berdiri
Sajak ini ditulis oleh
Sayyidina Ali RA, saya dapatkan dari sebuah lembar silaturahim, si sahabat yang
menulisnya pun mendapatkannya dari sahabatnya, dan sahabatnya itu sekarang
telah syahid…
Semua kalimat dalam syair dalam puisi ini rasanya saat ini telah menjadi
kenyataan, kita dapat melihat dengan jelas segala macam kekhawatiran dalam setiap
kalimat yang ditulis Sayyidina Ali pada jaman sekarang.
Sekarang mari kita coba telaah satu persatu,
1 1. Roda kehidupan menggilas keimanan, keimanan hanya tinggal pemikiran, tak
membekas dalam perbuatan..
Dalam kenyataan saat ini kita dapat dengan mudah menemukan, bagaimana
gaya kehidupan dan life style masyarakat telah meninggalkan banyak keimanan
mereka, khususnya islam. Banyak dari kalangan muslim sendiri yang seolah
meninggalkan agamanya, takut dengan agamanya sendiri, orang muslim yang takut
terhadap islam.
Salah satu buktinya, jika kita mendengar ide tentang hukum syariah,
penerapan hukum islam dalam kehidupan dan tatanan bermasyarakat, maka lihatlah
siapa yang paling dulu akan menentang, di Indonesia bukan orang luar yang
berkoar koar menentang hukum syariah, tapi orang islam sendiri.
Bagaimana mungkin seorang muslim menentang sesuatu yang akan memuliakan
dirinya sendiri…?
Agama dan aqidah saat ini dibicarakan dalam diskusi diskusi, seminar
seminar, forum forum, dan rapat rapat, dalam lingkup daerah, nasional maupun
internasional. Banyak orang menulis status, quote, kalimat bijaksana yang indah
di sosial media, kemudian apakah hal itu telah memang membekas dalam perbuatan
mereka, itu perkara lain. Seperti kata Sayyidina Ali, hal itu tidak membekas
dalam perbuatan, hanya sekedar pemikiran, perkataan, dan symposium belaka.
2 2. Banyak orang baik tapi tak berakal, ada yang berakal tapi tak beriman…
Kita menemui masyarakat dalam suatu tatanan yang beraneka ragam saat
ini, dan tidak mustahil persis seperti apa yang digambarkan Sayyidina Ali ini,
orang baik tak berakal, dan yang berakal tapi tak memiliki iman.
Ada banyak orang baik yang berbudi pekerti bagus, berprilaku santun,
menjunjung tinggi nilai nilai ketuhanan, menjunjung tinggi hukum hukum Allah,
namun mereka tidak memiliki akal yang panjang, gampang terhasut oleh fitnah,
gampang digiring ke dalam opini opini menyesatkan, sehingga orang orang yang
sejatinya baik ini, malah tidak memiliki nilai lebih lagi.
Kemudian ada yang memiliki akal yang lebih panjang, pandai membaca
situasi, cermat dalam mengolah informasi, tidak sembarangan dalam berkomusikasi,
dan juga piawai bersosialisasi. Namun mereka tak beriman, mereka masih
menuliskan islam dalam lembar KTP mereka, namun hal itu bukan rules atau garis
yang akan membatasi perbuatan dan tindak tanduk mereka, hukum Allah bukanlah
hal yang menjadi pertimbangan buat mereka.
3 3. Ada lidah fasih tapi berhati lalai, dan ada yang khusu’, namun sibuk
dalam kesendirian…
Tak terhitung banyaknya orang yang pandai berbicara saat ini, baik secara
lisan maupun tulisan. Berpidato dan berceramah di sana sini, menulis kata kata
bijaksana di sosial media, menyampaikan quotes indah dalam twitter dan facebook
mereka, membuat broadcasting bbm, menebar kata kata indah dan menggugah. Namun,
dirinya sendiri lalai, jauh dari figure dan istiqomah yang ia sampaikan, tidak
peka dan responsive terhadap segala macam kebaikan dan kebijaksanaan yang ia
tuliskan.
Sebaliknya ada juga yang khusu’, yang tawadhu’, yang beribadah
senantiasa, namun ia sibuk dalam kesendiriannya sendiri. Ia tidak memikirkan
orang lain, apakah mereka mau beribadah atau tidak, berbuat baik atau tidak,
melakukan kejahatan atau tidak, korupsi atau tidak, berbuat kerusakan atau
tidak, yang penting adalah dirinya sendiri. Ia tidak memperdulikan orang lain,
yang terpenting baginya adalah keselamatan dan kebaikan untuk dirinya sendiri.
4 4. Ada ahli ibadah namun mewarisi kesombongan iblis, dan ada ahli maksiat,
rendah hati bagaikan sufi
Banyak sekali kita menemukan hal semacam ini di saat sekarang, bahkan
bisa saja kita termasuk di dalamnya. Ada yang merupakan seorang yang ahli dalam
beribadah, pandai dalam urusan agama, namun hal itu malah membuatnya sombong,
angkuh, merasa lebih baik dan lebih hebat dari orang lain, gampang
mengkafirkan, gampang menjudge orang lain salah. Dan tentu saja orang seperti ini
tidak mudah dinasehati, karena ia telah merasa lebih pintar dari orang lain,
kesombongannya meletakkan diri dan hatinya pada tempat yang sulit dijangkau
oleh nasehat dan peringatan.
Sebaliknya, ada pula yang merupakan ahli maksiat, ahli berbuat curang,
ahli dalam berbohong, ahli dalam berzina, ahli dalam merusak tatanan kebaikan,
ahli dalam menghancurkan norma norma sosial di masyarakat. Namun mereka tampil
laksana malaikat, yang rendah hati, yang toleransi, dan sangat baik hati, dan
mirisnya orang orang sangat menghormati mereka.
5 5. Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, ada yang menangis
karena kufur nikmat
Berapa banyak juga orang yang menganggap enteng semua persoalan, terlalu
sering tertawa hingga hatinya keras dan susah menerima nasehat, yang menganggap
segala nasehat hanya sebagai gurauan, menganggap peringatan hanya semacam
lelucon, penertawaannya ini bisa saja berarti meremehkan dan mengangap enteng
pada sesuatu yang mestinya ditanggapi serius.
Lawannya, ada pula orang yang mengeluh di pagi dan sore, menangis di
siang dan malam, merintih di timur dan juga di barat, dan mengaduh saat berdiri
maupun berbaring, karena merasa kekurangan, karena merasa rezeki yang sempit
dan tidak pernah cukup.
Kita tidak dapat menghitung rezeki hanya dalam bentuk uang saja, dalam
bentuk materi saja. Tubuh yang sehat, akal yang sempurna, jalan pikiran yang
terbuka, sahabat yang baik, keluarga yang bahagia juga merupakan sebuah rezeki
yang tidak ternilai jumlahnya. Kufur adalah sebuah sikap yang akan mengekang
kemampuan kita untuk dapat merasakan bahagia, selalu merasa kurang dengan apa
yang telah ada, selalu merasa Allah SWT memberi kita kebaikan yang terlalu
sedikit.
Dan ini adalah sikap yang berbahaya.
6. Ada yang murah
senyum, tapi hatinya mengumpat. Ada yang berhati tulus tapi hatinya cemberut
Orang orang bermuka
dua, teknik marketing yang memprioritaskan senyum palsu, keramahan yang hanya
lipstick, kepedulian yang hanya topeng, dan senyum manis yang hanya sekedar
penarik minat saja. Akan tetapi dalam hatinya malah memaki, mengumpat, tidak
ikhlas, tidak tulus dan tidak sungguh sungguh, bagaimana pula senyum menawan
itu akan bermanfaat untuk dirinya sendiri, untuk menawar rasa sakit dan luka
bagi orang lain, jika yang memiliki senyum sendiri, menghadirkannya hanya untuk
kepura puraan semata.
Dan ada pula yang
tulus, yan ihklas, yang apa adanya, namun wajahnya cemberut, tidak mudah
senyum, tidak menghadirkan keramah tamahan dalam dirinya untuk orang lain,
sehingga orang menjadi takut dan tidak betah didekatnya, karena wajahnya dan
prilakunya yang senantiasa antipati meskipun hatinya tulus.
7. Ada yang berlisan
bijak, tapi tak memberi teladan. Ada pelacur yang tampil menjadi figur
Berapa banyak manusia
yang mampu berkata kata bijaksana, menawan dan mempesona, namun sikap dan
tabiatnya sendiri jauh dari keteladanan, tidak bisa memberi contoh sebagai yang
ia ucapkan.
Contoh gampang saja
adalah seorang ayah yang menasehati anaknya dengan larangan untuk tidak
merokok, bahwa merokok itu tidak baik, merusak kesehatan, namun ia sendiri
tidak pernah berusaha menghentikan kebiasaan merokoknya, lisannya terdengar
bijak, tapi tidak dibarengi dengan keteladanan.
Pelacur menjadi figur,
bukan hal yang baru untuk kita ketahui. Bagaimana seseorang yang jelas jelas
berzina dan berbuat rendah, malah dipuja puji, disanjung dan diikuti. Ada
banyak orang dari banyak kalangan yang tampil seperti ini, ketika skandal
kelamin mereka diumbar kesana kemari, masyarakat yang buta malah
mengidolakannya. Naudzubillah..
8. Ada orang yang
berilmu tapi tak faham, ada yang faham tapi tak menjalankan
Berapa banyak orang
yang saat ini bersekolah tinggi tinggi, hingga sampai pada tingkat dan strata
tertentu, namun itu hanya sebagai upaya untuk mengejar title dan gelar saja,
guna memuluskan keinginan untuk memperoleh pekerjaan bergaji lebih besar saja, adapun untuk ilmu yang ia pelajari, ia
sama sekali tak faham. Ia memiliki ilmunya, mempunya akses untuk mengetahui
lebih banyak, namun ia tidak mengerti dan juga tidak berusaha memahaminya.
Lantas ada juga
banyak yang berilmu dan juga faham, namun mereka tidak menjalankan. Ilmu dan
kefahaman mereka hanya di umbar dalam diskusi dan retorika belaka, mengenai
aplikasi dilapangan itu lain cerita.
9. Ada yang pintar tapi membodohi,
ada yang bodoh tapi tak tahu diri
Pintar tapi membodohi
banyak sekali contohnya saat ini. bagaimana orang orang pintar dan
berpendidikan tinggi membodohi orang orang awam yang berpendidikan rendah.
Mereka mencekoki orang orang dengan pengetahuan tak seberapa itu dengan beragam
teori yang mebuat pusing kepala, mengiming imingi mereka dengan beragam hal membuat
liur mereka meleleh, padahal niatnya hanya untuk membohongi dan membodohi
mereka.
Sebaliknya ada pula
yang bodoh, yang tidak mengerti namun tidak tahu diri, berlaku sok pintar dan
sok pandai, melakukan banyak hal karena didorong oleh keegoan dan gengsi
semata, sebuah kebodohan yang cepat atau lambat akan membinasakannya.
10. Ada yang beragama,
tapi tak berahlak, ada yang berahlak, tapi tak ber-Tuhan.
Mencaci maki di depan
umum, bermulut kotor, berzina, korupsi, kikir, mungkin adalah sebagian kecil
dari aplikasi nyata orang orang tak berahlak, dan anehnya mereka beragama.
Agama dan aturan yang mereka yakini, sama sekali tidak menjadi rujukan mereka
dalam bersikap dan berprilaku di tengah tengah masyarakat, seolah olah agama
bukanlah sebuah guidance of life buat mereka, mereka beranggapan, memiliki
Tuhan dan bagaimana bersikap, adalah dua perkara yang tidak ada hubungannya.
Selanjutnya yang
terakhir, ada yang orang orang yang memiliki ahlak baik, suka membantu, jujur,
amanah, senantiasa care dan peduli kepada sesama. Sayangnya mereka tak ber-
Tuhan, mereka menganggap bahwa Tuhan adalah sebuah rekayasa pemikiran manusia,
bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah sebuah pelarian dari ketidak mampuan
manusia menghadapi tantangan dan kesulitan.
Meskipun ada diantara
orang berhlak baik ini memiliki Tuhan, tapi Tuhannya bukanlah Tuhan yang
semestinya di taati. Ada diantara mereka yang menganggap Tuhan beranak, diperanakkan,
memiliki rupa manusia, memiliki rupa hewan, memiliki sifat sifat manusia, dan
juga dapat diperumpamakan dengan berbagai hal yang bersifat kebendaan.
Sedangkan Dzat Tuhan
tidak demikian, Tuhan tidak dapat menjadi Tuhan jika kita dapat membandingkan
sifat sifatnya dengan apa yang ada di dunia ini.
Tuhan hanyalah satu,
Allah SWT, Yang Maha Esa, Yang tidak
beranak, dan tidak pula diperanakkan, Yang kekal, Yang abadi, dan tidak ada
satupun yang menyerupai – Nya.
***
Lantas sekarang,
diantara sedikit penjabaran dari syair yang ditulis Sayyidina Ali ini.
Mari kita bertanya
kepada diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Mari kita memandang diri kita
sendiri, bukan kepada orang lain sebagai objeknya.
Mari kita koreksi
diri, dan mari kita jujur menjawabnya.
Kita masuk golongan
yang mana, dimanakah sebenarnya kita berada..?
Posting Komentar untuk "DI NEGERI TAK BER-TUHAN, DIMANAKAH AKU BERADA …?"