GRENDEN, SURGA RIMBA DI RUTE TERBERAT PENDAKIAN GUNUNG MERBABU
Menyingkirkan
Suwanting
Jika anda pernah mendaki gunung Merbabu via
Suwanting dan merasa itu adalah rute terberat yang dimiliki Merbabu, maka
sepertinya anda harus mengepak ransel dan perlengkapan kembali dan menjajal
rute terbaru yang baru saja dibuka di arah barat daya gunung Merbabu, sebuah
rute yang akan segera menyingkirkan nama Suwanting sebagai predikat rute
terberat pendakian menuju puncak gunung Merbabu.
Rute terbaru ini adalah rute
Grenden, sebelumnya saya pernah mengulas sedikit tentang jalur ini pada
postingan sebelumnya, namun selain datanya belum lengkap karena saya belum
mencobanya secara tuntas, tulisan saya sebelumnya itu juga keliru mencantumkan
nama Grenden dengan ejaan Grenten.
Pada tulisan ini Insya Allah saya
akan bercerita data lengkap pendakian ke puncak Merbabu melalui jalur Grenden,
sekaligus juga merivisi kekeliruan penulisan nama yang saya tulis pada tulisan
yang pertama, karena ternyata nama GRENTEN
yang saya tulis sebelumnya adalah keliru, dan yang benar adalah GRENDEN, bukan huruf T yang digunakan, tetapi huruf D.
Allhamdulillah pada hari Sabtu
dan minggu kemarin saya berkesempatan mencoba jalur pendakian Grenden ini
secara langsung , jadi Insya Allah tulisan tentang jalur Grenden ini fresh dan aktual,
karena saya pun menuliskannya sembari memijit mijit kaki yang masih terasa
pegal karena lelah berjalan.
Jalur Grenden adalah jalur baru
gunung Merbabu, dibuka belum cukup sebulan yang lalu, jadi tentu belum banyak
pendaki yang telah mencobanya. Hingga kemarin saya berkunjung kesana, hanya ada
sekitar delapan nama yang telah tercatat mengunjungi jalur ini, empat orang tim
pendaki dari kota Semarang, dan empat orang lagi dari daerah Blabak, Magelang.
Nama saya menjadi yang kesembilan dalam list tersebut, bedanya kedelapan orang
tersebut memulai pendakian pada hari Jum’at, maka saya memulai langkah di jalur
Grenden pada hari keesokan harinya.
Seperti pada beberapa perjalanan
hiking dan pendakian sebelumnya, saya melakukan pendakian Merbabu via Grenden
ini juga secara solo atau sendirian ( mungkin karena masih suasana lebaran,
belum banyak teman yang bisa diajak untuk naik gunung, smile ).
Saya memulai pendakian pada jam
07 :05 pagi hari, dari tempat saya tinggal sekarang di Kota Muntilan, hanya
butuh sekitar satu jam perjalanan berkendara untuk sampai ke kampung Grenden
ini, jadi dari rumah saya bisa memulai perjalanan ini sekitar jam 06 : 00 pagi.
Saya tiba di basecamp pendakian
gunung Merbabu di kampung Grenden pada pukul 06 : 45 pagi kurang lebih,
disambut dengan keramah-tamahan yang hangat oleh penduduk dan pemilik rumah
yang sementara dijadikan basecamp, segelas teh hangat disuguhkan buat saya
sembari mengobrol tentang jalur baru ini. Karena ini jalur baru, persiapan di
basecamp pendakian masih terbilang sederhana, sambil mengisi formulir
pendakian, saya mendengar beberapa penduduk yang bercengkerama tentang
pekarangan mana yang mau dijadikan lahan parkir motor, rumah siapa yang bisa
dijadikan tempat penitipan sepeda motor, bahkan hingga obrolan tentang nama seseorang
yang minta jatah honorer dari tiket masuk pengunjung dan pendaki.
Saya bisa mengerti apa yang
mereka bicarakan tersebut karena saya mengerti bahasa Jawa, meskipun saya
sendiri tidak bisa mengucapkannya.
Surga Rimba Antara Pos 2 Dan Pos3
Salah satu daya tarik jalur
Grenden ini adalah keasriannya, sebuah daya tarik yang juga sekaligus menjadi
ketakutan tersendiri buat saya.
Sepanjang jalur khusunya antara
pos 2 dan Pos 3, alamnya sungguh masih sangat murni. Diantara belukar dan
pepononan yang menjulang tinggi, jika beruntung kita akan bersua dengan
sekawanan monyet yang asyik berlompatan dari dahan ke dahan. Sementara itu ada
aneka macam dan ragam burung yang beterbangan dari ranting ranting juga bersiul
siul bersahutan.
Keasrian seperti ini akan benar
benar terasa jika kita melakukan pendakian pada pagi hari, sehingga saat kita
mencapai areal hutan antara Pos 2 dan Pos 3, nuansa pagi dalam hutan alam rimba
masih akan kita rasakan auranya. Karena jika sudah agak siang, meskipun
hutannya masih tetap teduh oleh kanopi pepohonan, namun kicauan burung juga
lengkingan monyet tidak akan mudah kita temui lagi.
Hal menarik lainnya dalam etape
antara Pos 2 dan Pos 3 ini adalah medannya yang sangat teduh dan beragam.
Sekitar lima belas menit selepas pos 2 kita akan tiba disebuah tempat bernama Cemoro Kembar, tempat ini teduh sekali sangat
nyaman untuk beristirahat dan leyeh leyeh melepas lelah mendaki.
Jika anda pernah mengunjungi
gunung Latimojong di Sulawesi, maka di jalur Grenden Merbabu ini kita akan
menemukan setidaknya sedikit aroma jalur menuju Rantemario pada balutan lumut
yang memenuhi pepohonan menjelang Pos 3. Meskipun tidak setebal di Latimojong
yang sepenuhnya berlumut mulai dari lantai hutan, batuan, hingga batang pohon
dan dahannya, namun lumut yang menutupi pada hampir semua batang pohon di jalur
Grenden ini cukup mengingatkan kita pada dunia lumut menjelang Pos 7 di gunung
Latimojong.
Tidak hanya itu, pada jalur
antara Pos 2 dan Pos 3 ini juga, kita akan melewati semacam tunnel ( terowongan
), jelasnya sebuah jalur sempit yang hanya muat satu orang berdinding tanah
setinggi dua meteran di kiri dan kanan jalan. Meskipun panjang tunnel hanya
sekitar 30 meteran saja, namun ini cukup mengingatkan kita pada jenis jalur
serupa yang ada pada salah satu jalur pendakian gunung tertinggi kedua di Indonesia,
yaitu gunung Kerinci, yang terletak di pulau Sumatera.
Lumut yang menutupi batang pohon menjelang pos 3
Sumber Air dan Dilema Etika
Salah satu hal juga yang saya
khawatirkan nantinya, seiring meningkatnya kunjungan pendaki gunung Merbabu
melalui jalur Grenden ini adalah masalah air, karena hampir sepanjang jalur
sejak base camp di kampung Grenden bahkan, hingga menjelang pos 4, kita akan
selalu berjalan bersisian dengan pipa aliran air minum penduduk. Hal ini
disamping merupakan sebuah nikmat tersendiri dengan sumber air yang melimpah
dan banyak, juga merupakan jenis jalur yang rawan pengrusakan oleh oknum
pendaki pendaki alay yang kadang tidak bertanggung jawab.
Saya tidak ingin menuding siapa
siapa mengenai hal ini, namun ketika saya mendaki hingga Pos 3 pada pertengahan
bulan puasa lalu yang infonya sempat saya publikasikan di blog ini, saya
sungguh sungguh menikmati keasrian dan kemurnian suguhan alam yang indah dan
menyejukkan.
Akan tetapi kemarin, pada
perjalanan turun hari minggu kemarin saya telah menemukan beberapa “jejak”
pendaki yang seharusnya tidak perlu terjadi, mulai dari menoreh dan mengukir
tulisan pada batang pohon di Pos 2 dan Pos 3, beberapa sampah yang tidak dibawa
turun, hingga pada kegaduhan berupa teriakan teriakan yang tentunya sangat
mengganggu fauna yang hidup di sepanjang
jalur ini.
Tentu sebagai pendaki kita merasa
sangat senang dengan air yang begitu mudah didapat sepanjang jalur, sehingga
kita tidak perlu bersusah payah membawa air yang berat sejak dari bawah. Namun
kemudahan ini juga jangan sampai membuat para pendaki berkelakuan melampaui
batas, seumpama dengan memotong pipa air, menginjaknya hingga pecah, atau pun
melakukan hal lain yang dapat mengakibatkan terganggunya aliran air menuju
kampung Grenden dan kampung Citran, dua kampung yang memasang pipa air dari puncak
Merbabu ini.
Tidak Ada Bonus, Tidak Ada Belas Kasihan
Saya dulu pernah membaca sebuah
quote salah pendaki gunung dunia, isinya simple sekali, Di atas 5000 meter,
tidak ada belas kasihan, begitu katanya.
Tentu jauh sekali lah jaraknya jika melakukan perbandingan
antara gunung 5000 Mdpl dengan Merbabu yang masih masuk hitungan daily hiking
saja, namun tidak ada salahnya saya menggunakan istilah itu pada tulisan saya
tentang jalur Grenden ini.
Jangan mengharap bonus di jalur
ini khususnya selepas Pos 2, hingga tiba di puncak Kendi Kencono dengan bendera
yang berkibar diatasnya kita tidak akan menemukan satupun jalur menurun, bahkan
landai atau rata sekalipun.
Rute paling menguras energi dan
kesabaran adalan dari pos 3 menuju pos 4, ini adalah sebuah rute menanjak yang
panjang, dikelilingi oleh batang batang pohon Edelweis yang menghitam bekas
terbakar, tanpa ada tempat beteduh dari panas dan hujan, medan ini cukup
sempurna untuk menguji ketabahan tekad dan semangat para pendaki yang ingin mencoba
jalur Grenden ini.
Dalam perjalanan di sini juga
saya sempat berjumpa dengan empat orang rekan pendaki dari kota Semarang yang
mendaki satu hari sebelumnya, mereka camp di pos 3, dan memutuskan turun lagi
ke tenda mereka sebelum mencapai puncak Kendi Kencono.
“… Jalurnya tidak jelas, kami bahkan belum ketemu pos 4…”
Kata salah satu dari mereka
sewaktu berpapasan dengan saya yang sedang mendaki.
“… Kita juga keburu waktu nih nggak bisa terus, nanti mas saja yang
tulis referensi jalurnya, biar saya baca dimana gitu…”tambahnya.
Saya tersenyum kecut mendengarnya
diantara buruan nafas yang tersengal
“… Iya edan banget jalurnya, hampir mati kita dibuatnya…” jawab saya
diantara nafas kelelahan, beberapa orang diantara mereka tampak tertawa
mendengar ucapan saya.
Dan mungkin tulisan ini juga bisa
menjadi jawaban atas permintaan teman tersebut, saya tulis referensi jalur
Grendennya di blog yang sederhana ini.
Sebelumnya saya juga telah
berpapasan dengan empat orang rekan pendaki dari kota Blabak tidak jauh dari
lokasi Cemoro Kembar, melihat mereka yang bisa turun sepagi itu, saya juga
yakin mereka telah memutar arah sebelum mencapai pos 4.
Tidak ada belas kasihan sepanjang
pos 3 hingga puncak Kendi Kencono, semuanya menanjak memaksa kita untuk terus
mendongak hormat diantara batang Edelweis yang terbakar, dibutuhkan banyak
kesabaran dan ketabahan untuk memaksa kaki tetap melangkah ditempat ini,
apalagi jika melakukannya seorang diri, seperti yang saya lakukan kemarin.
Selain itu juga, panorama adalah
hal yang mahal jika mendaki gunung Merbabu via jalur Grenden ini. Kita tidak
akan disuguhi pemandangan apa apa, sebelum mencapai Pos 4, jadi meskipun kita
telah merasa bersusah payah menanjak sejak dari basecamp, kita tak akan melihat
apapun kecuali kanopi daun pinus juga atap hutan yang tebal hingga di atas Pos
3. Mirip mirip seperti Latimojong yang tidak memberikan view apa apa sebelum
pos 7, maka Merbabu via Grenden pun demikian, pemandangan hanya bisa dinikmati
jika kita telah mencapai pos 4.
Taman edelweis mati menuju pos empat
Hanya yang tabah yang bertahan
Setelah mencoba dan merasakan
sendiri jalur Grenden ini, mungkin dapat saya simpulkan bahwa jalur ini tidak
cocok untuk pemula, khususnya pendaki pemula yang bercita cita untuk sampai ke
puncak. Namun jika hanya sekedar hiking hiking semata, tanpa ada target untuk
mencapai puncak, maka pendaki pemula tak ada salahnya mencoba jalur baru ini.
Dengan pertimbangan waktu
pendakian yang sempit, seumpama weekend,
atau jenis mendaki tik tok seperti yang sering dilakukan banyak orang di pulau
Jawa, maka dapat saya katakan, di jalur Grenden ini, bukan yang tercepat yang
akan mencapai puncak, bukan pula yang terkuat, tetapi hanya pendaki yang
memiliki tekad dan ketabahan yang Insya Allah akan meraih puncak.
Namun jika mendaki dengan
anggaran waktu yang lebih banyak, seumpama tiga atau empat hari, Insya Allah
mencapai puncak bukan hal yang sulit dilakukan. Akan tetapi sekali lagi, jika
mendaki dengan model berangkat malam hari, sampai puncak pagi hari, kemudian
turun lagi dihari yang sama. Tampaknya hal tersebut tidak mudah dilakukan di
jalur Grenden, kecuali anda memiliki fisik dan stamina yang memang luar biasa.
Dilihat dari puncak, lembah menganga antara jalur Grenden dan jalur Thekelan
Cobalah..,
Terakhir, untuk yang merasa
penasaran dengan jalur baru gunung Merbabu ini, maka saran saya adalah,
cobalah..
Selain mendaki gunung, kampung
Grenden juga telah mulai berbenah untuk menjadi semacam kampung wisata daerah Magelang.
Dengan didukung oleh alam yang indah, latar gunung Merbabu yang menjulang,
hutan pinus yang sejuk, sumber air yang segar, arena outbound yang luas,
kemungkinan besar kedepannya, Grenden akan menjadi semacam destinasi baru untuk
wisata alam kabupaten Magelang.
Jadi, jika anda masih penasaran,
kepaklah ransel dan datanglah kesana.
Salam.
***
Pada halaman berikut akan saya
tuliskan secara lengkap rute, jarak
tempuh, sumber air, camp ground, skema pendakian terbaik dalam menjajal jalur
terberat gunung Merbabu ini.
nah, ketemu juga catatan masnya yang kemaren .. congrats mas ketemu sma puncaknya
BalasHapusAllhamdulillah mas Suryabudi,,
HapusYang penting sabar naik lewat jalur ini mas...
Besok saya ulang mas, udah tanggung banget kmaren sampe atas bendera plastik
BalasHapusiya mas, sudah tanggung banget itu.
Hapussama cikuray/ceremai treknya berat mana?
Hapusrencana sih awal oktober lewat jalur ini
BalasHapussilahkan dicoba mas Krisno,,,
Hapus