LIMA FILM PENDAKIAN GUNUNG TERBAIK SEPANJANG MASA
Anda pernah mendaki gunung…?
Jika belum pernah, maka sekali
kali cobalah, ada banyak hal yang bisa kita dapatkan dari berjalan menuju
puncak tertinggi sebuah gunung.
Dan saat ini, olahraga jenis
ini sedang tenar tenarnya, hampir setiap anak muda saat ini seolah menjelma
menjadi pendaki gunung. Orang yang dulu benci dengan aktivitas jalan kaki yang
jauh, menjelajah rimba yang lebat, atau mengarungi savana yang mendesis, saat
ini seolah terhipnotis untuk selalu menjelajah kemana mana. Banyak tempat
tempat terpencil yang indah telah terekspos saat ini, tempat yang dulu sepi,
hening, dan damai. Kini penuh hiruk pikuk, berisik, dan ramai.
Mendaki gunung dan bertualang
adalah sebuah trend saat ini, menjadi bagian dari gaya hidup anak jaman
sekarang. Tujuannya bisa berbeda beda, mulai sekedar jalan jalan, berlibur,
refreshing, ataupun belajar mempelajari pemikiran seorang pertapa, dengan
mencoba mengunjungi tempat tempat di ketinggian.
Setiap orang yang memutuskan
untuk mendaki sebuah gunung penyebabnya pun beraneka ragam, ada yang sekedar
ikutan teman temannya, mengikuti trend yang sedang menjadi buah pembicaraan,
ataupun hanya untuk menjawab rasa penasaran dalam dirinya sendiri.
Salah satu yang menjadi penyulut
ramainya antusiasme keinginan mencoba mendaki gunung di tanah air ini,
adalah dengan hadirnya sebuah film remaja yang penuh romantisme, namun
bersetting sebuah gunung paling terkenal di Tanah Jawa, dan film inilah yang
paling banyak dituding sebagai inspirator para pengunjung gunung saat ini,
yang dandanan, pengetahuan, motivasi, dan tujuan mereka mendaki hanyalah
mengikuti rasa penasaran, dan terhipnotis oleh adegan romantisme dalam film tersebut.
Baca Juga : Mistisme pendakian
Dan kali ini, Saya ingin mencoba
mengulas beberapa film yang pernah saya tonton, yang saya yakin akan membuat
kawan kawan pendaki gunung lainnya kangen kembali untuk memanggul ransel dan
kembali menapaki jalan setapak menuju puncak. Film ini adalah film yan khusus
membahas tentang pendakian gunung, yang tema besarnya adalah memang ide tentang
mendaki gunung, bukan masalah asmara, romantika buta, ataupun sejenisnya, hal
yang sering kita temukan dalam perfilman nusantara.
Baiklah berikut beberapa film
yang saya maksud, yang merupakan film pendakian gunung terbaik sepanjang masa :
1. The
North Face
Menyebut kata
The North Face saat ini, orang orang sudah membayangkan jaket, tas, sepatu,
topi, kaos, dan berbagai pernik pendakian gunung lainnya. Ya, The North Face
saat ini lebih identik sebagai sebuah brand outdoor internasional, alih alih
orang mengenalnya sebagai nama sebuah tebing maut dengan ketinggian menjulang
yang berdiri di belahan Swiss sana.
The North Face
adalah sisi utara dari sebuah gunung yang menjadi ikon pendakian dunia, gunung Eiger.
The north face adalah tebing menjulang
yang telah merengggut hampir ratusan nyawa orang orang yang mencoba mencapai
puncaknya. Ada banyak film yang bertutur tentang si wajah utara gunung Eiger
ini, namun The North Face mungkin adalah salah satu film klasik yang patut kita
saksikan.
The North Face
bercerita tentang ambisi negara negara di dunia, khususnya kawasan Eropa untuk
berlomba lomba mengirim para pendakinya memuncaki gunung tersebut untuk pertama
kalinya, keberhasilan negara tersebut dalam perlombaan gengsi dan harga diri
itu, diharapkan akan mampu mengangkat nama negaranya sebagai negara besar dan berkuasa.
Film ini
bersetting sekitar tahun 1950an, ketika perang dunia kedua sedang berkecamuk,
pendaki yang dikirim pun merupakan para prajurit yang memang dikenal sebagai orang
yang memiliki latar belakang pendakian. Klimaks film ini terjadi saat dua tim
pendaki bersaing di dinding kematian Eiger, masing masing tim berjumlah dua
orang, tim Austria dan tim Jerman.
Dan tidak ada
yang berhasil dalam misi maut itu, semua pendaki berakhir dengan kematian.
Salah satu scene The north face
Jonathan Hemlock
yang diperankan oleh Clint Easwood yang memang dikenal gemar mendaki gunung
adalah tokoh sentral film ini. Seorang pembunuh bayaran yang terikat kontrak
untuk membunuh orang yang juga membunuh salah satu teman baiknya.
Identitas
pembunuh sama sekali gelap, hingga diketahui bahwa sang pembunuh adalah juga
seorang pendaki gunung yang akan ikut serta dalam gerakan amal mendaki gunung
Eiger melalui jalur maut The North Face.
Film ini juga
menarik untuk kita saksikan, meskipun kesan jadulnya sangat kentara, mulai dari
penggunaan alat, teknis pendakian, dan lain sebagainya. Namun dengan melihat
film ini juga kita akan belajar untuk menghormati dengan penuh, bagaimana para
pemuja ketinggian dulu, sungguh sungguh bertaruh nyawa untuk mencapai impiannya.
Helmet, sleeping
bag, tenda, jaket, climbing gears, boots, teknik belaying, semuanya disupport
dan dilakukan dengan cara klasik, hingga
kita akan melihat betapa berbahayanya apa yang mereka lakukan. Dan bersyukurlah
kita yang hidup di zaman ini, yang kemajuan teknologi pendakiannya sudah sangat
tinggi, sehingga kata kata push your
limit yang dulu benar benar menekan ke garis batas kemampuan kita, saat
ini, beberapa alat dan teknologi telah menggantikannya.
Meskipun fiksi
namun film ini, mungkin akan membuat kita berkhayal, seolah ikut disana,
merayapi dinding maut Eiger bersama Clint Easwood.
Ada sebuah
adegan menarik dalam film ini, yang secara khusus telah saya tulis, tentang
sebuah keputusan hebat dalam menyikapi kematian, silahkan kawan kawan klik disini untuk membacanya.
Clint Easwood di Eiger Sanction
Kisah nyata yang
diceritakan dalam Touching The Void ini, menjadi salah satu legenda abadi dalam
kisah dunia mountaineering.
Bercerita
tentang dua orang sahabat dengan ambisi jiwa muda yang bergelora, memutuskan mendaki
sebuah gunung maut, yang sepi laksana kuburan tanpa pengunjung. Dan keputusan untuk
menaklukkan gunung sepi dan jauh dari incaran pendaki lainnya ini, merupakan hasil
pertimbangan mereka untuk mencatatkan rekor sebagai the first man / the first
duo / dan the fisrt ascent untuk sebuah tempat yang baru dan belum pernah dijamah manusia.
Memang pada masa
itu, para penjelajah, petualang, utamanya para pendaki berlomba lomba untuk
menjadi yang pertama dalam memuncaki sebuah ketinggian, mengekspolre sebuah
kedalaman, atau reputasi sebagai yang pertama lainnya dalam hal berburu
adrenaline.
Joe Simpson dan Simon
Yale, dua orang sahabat tersebut memutuskan untuk mendaki sebuah gunung sepi di
dataran Chili, Siula Grande, sebuah gunung yang bahkan tidak pernah dilirik
oleh pendaki lainnya.
Pendakian yang susah dan penuh bahaya itu pun sukses pada awalnya, Joe dan Simon sukses memuncakinya, namun bukan itu yang akan menjadi legenda, perjalanan turun merekalah yang berakhir dengan bencana.
Pendakian yang susah dan penuh bahaya itu pun sukses pada awalnya, Joe dan Simon sukses memuncakinya, namun bukan itu yang akan menjadi legenda, perjalanan turun merekalah yang berakhir dengan bencana.
Dalam sebuah
tebing curam, sebelah kaki Joe patah karena terjatuh, hingga untuk melanjutkan
perjalanan turun, Simon terpaksa membelaynya secara estafet.
Satu langkah lagi menjelang tiba ke dasar gunung, ke sebuah padang es yang sering disebut gletser, mereka harus menuruni tebing curam yang lumayan tinggi, ditengah angin dan kabut yang menutupi pemandangan.
Satu langkah lagi menjelang tiba ke dasar gunung, ke sebuah padang es yang sering disebut gletser, mereka harus menuruni tebing curam yang lumayan tinggi, ditengah angin dan kabut yang menutupi pemandangan.
Joe yang dibelay oleh Simon dari atas tebing, terpaksa terkatung katung di atas tebing karena
panjang tali yang sudah hampir habis di tangan Simon. Sekian lama tergantung di
harness dan seutas tali, ditambah kaki yang patah, membuat Joe terserang radang
dingin di jari jarinya sehingga ia tidak bisa memanjat tali untuk meraih bibir
tebing, moment itu berlangsung cukup lama, hingga Joe terdiam kelelahan masih
dalam posisi tergantung.
Simon yang
membelay dari atas merasakan tekanan yang luar biasa pada pinggangnya karena menahan
berat badan Joe yang tergantung, setelah sekian lama ia menunggu tidak ada
pergerakan, rasa lelah dan putus harapan membuatnya mengambil keputusan untuk
memotong tali yang digunakannya untuk membelay Joe. Simon berpikir Joe sudah
menemui ajalnya di sana, dan tidak ada yang bisa ia lakukan selain menolong
dirinya sendri.
Joe yang
ternyata masih bernyawa pun jatuh masuk ke dalam sebuah celah es atau crevasse,
dan kisah survivalnya Joe di tengah kaki yang patah, tali yang terpotong, merayapi padang es yang luas, berjuang
untuk kembali ke tenda, adalah inti dari kisah ini.
Touching the void
ditulis sendiri oleh Joe Simpson, ia juga ikut membela Simon ketika banyak
kritikus dunia pendakian menyalahkannya karena memotong tali. Joe masih mendaki
gunung hingga saat ini, dan legendanya bertahan hidup di Siula Grande, menjadi
abadi, sampai saat ini, belum ada yang mengulangi kesuksesan mereka memuncaki gunung
maut tersebut.
Sebagai penulis
dan juga sebagai tokoh utama, John Krakauer menginspirasi banyak orang dengan
film ini. Ia menceritakan dengan detail sebuah bencana di puncak tertinggi
dunia, di gunung Everest. Ketika maut merenggut hampir sepuluh nyawa dalam satu
hari di gunung yang menjadi dambaan semua pendaki gunung dunia tersebut.
Berawal dari misi
mendaki Everest yang mengumpulkan beberapa orang dari berbagai negara, tim ini
terbagi dua, di pimpin oleh dua guide gunung terkenal, Rob Hall dan Scott Fischer.
Ada berbagai macam drama tentang perbedaan pendapat yang dituturkan dalam film
ini, mulai dari ketika Scott Fischer yang kelelahan menurunkan anggota timnya
yang terserang edema, kemudian Scott memaksakan diri naik lagi. dan ada juga drama
tentang pelanggaran hukum kebiasaan di Everest yang meminta untuk turun bagi
semua pendaki jika sudah melampaui jam dua siang.
Ketika semua pendaki
sudah berhasil mencapai puncak dunia yang mereka cita citakan, perjalananan
turunnya lah yang membawa maut dan mala petaka, mereka diterjang badai,
sehingga beberapa pendaki berguguran laksana daun kering di tiup angin, mulai dari
Scott Fischer, Rob Hall, Andy Harris,Yasuko Namba, dan Doc Hudson. Sebuah kematian
tragis yang memukul dengan telak jiwa seorang John Krakauer.
Ada sebuah figure
hebat juga yang tampil dalam film ini, yaitu Anatoli Boukreev, seorang pendaki legendaris
yang juga menjadi guide saat tim Kopassus Indonesia mendaki Everest untuk yang
pertama kalinya. Anatoli adalah pendaki hebat dan tangguh, ia tidak menggunakan
tabung oxygen dalam setiap pendakiannya, salah satu kalimatnya yang membekas
dalam upaya penyelamatan saat musibah Everest ini terjadi adalah, “ selamatkan yang terkuat, itu hukum gunung…”.
Sayangnya
Anatoli Boukreev juga meninggal saat membelay Simone Moro, di Annapurna I, pada misi yang berbeda. Ada
kalimat yang indah tertulis di memoriam Chorten Boukreev di base camp
Annapurna, sebuah kalimat yang berbunyi
“…Gunung bukanlah batas di mana saya
merasakan kepuasan dari semua ambisi yang ingin saya raih, namun gunung adalah
seumpama masjid, laksana katedral, ibarat kuil, di mana saya bisa beribadah lebih khusyu'...."
Penutup film
Into thin Air pun sangat menyentuh, ditutup oleh sebuah kalimat yang di ucapkan
oleh John Krakauer, ketika mereka berkumpul di depan sebuah tugu dengan bendera
doa yang berkibar ditiup angin, mengenang kematian sahabat mereka.
“ Hari ini lima orang teman kita tewas,
sulit untuk dipercaya, dan juga sulit untuk di mengerti, mengapa…?, untuk apa
mereka mati..? sebuah pertanyaan klasik
dalam pendakian gunung. Banyak orang berpikir dengan hanya memiliki uang,
peralatan, dan kebulatan tekad kita bisa menaklukkan sebuah puncak gunung, tetapi, kita
melupakan tentang bagaimana menghormatinya…”
Salah satu hal
yang menarik dalam film yang banyak di gandrungi para pendaki gunung ini adalah
dengan hadirnya seorang pendaki betulan dalam sebuah adegan di film tersebut,
meskipun sang pendaki tidak turut serta dalam pendakian, namun ia sempat
berbicara mengenai sedikit rencana penyelamatan dalam tema inti film fiksi ini.
Pendaki tersebut
adalah Ed Viesturs, seorang pendaki Amerika pertama yang berhasil mendaki 14
puncak dunia dengan ketinggian di atas 8000 Mdpl, bahkan tidak banyak penonton film
ini yang mengetahui bahwa Ed Viesturs adalah orang yang paling berpengalaman,
dan memiliki reputasi tingkat dunia dalam film fenomenal tersebut.
Vertical Limit bercerita
tentang penyelamatan pendaki yang terjebak Avalanche di gunung paling mematikan
di dunia, K2. Mungkin semua yang menyukai dunia pendakian gunung, sudah hafal
dengan film ini, tentang dramanya, dan tentang jalan ceritanya.
Baca pula : Reinkarnasi si bintang rock climbing dunia
Baca pula : Reinkarnasi si bintang rock climbing dunia
Namun saya ingin
mengajak sahabat semua untuk khusus menyorot sebuah kalimat yang diucapkan oleh
salah satu anggota team rescue tersebut. Kareem Nasher, sebuah kalimat yang ia
ucapkan saat teman seperjalanan dalam misi penyelamatan mengoloknya, sewaktu ia
sholat di punggungan gunung K2.
“.. Kita semua akan mati temanku, namun kematian
bukanlah hal yang penting, apa yang kita lakukan sebelum mati adalah hal yang
lebih penting…”
Tokoh Kareem Nasher yang sedang sholat di Vertical Limit
***
Selain kelima film di atas, ada
beberapa film lagi yang mungkin akan membuat kita rindu untuk bermain di alam
bebas, seperti A lonely place to die, High Lane, Ragnarok, Perfect Gateway yang
temanya lebih ke horror, namun dibuka dengan sedikit adegan hiking dan rock climbing. ada juga seperti Seven years in Tibet dan Nanga Parbat
yang juga berkisah tentang climbing, namun saya tidak bisa bercerita banyak tentang kedua film itu, karena saya
belum pernah menontonnya.
Kita menantikan tayangnya Everest
saat ini, sebuah film pendakian modern bersetting gunung Everest yang digadang
gadang akan mengikuti kesuksesan Vertical Limit. Sebuah film yang dibintangi
oleh actor actor papan atas Hollywood, seperti Josh Brolin, Jake Gylenhall,
dll..
Sekedar menebak tema dalam film
tersebut, menurut saya, akan ada persamaan dengan apa yang terjadi dalam
Into thin Air, karena melihat beberapa thrillernya yang sekali pintas sama
dengan film yang telah membuat penulis bukunya mengatakan bahwa :
“ kesalahannya terbesar dalam hidup saya, adalah mendaki Everest…”.
“ kesalahannya terbesar dalam hidup saya, adalah mendaki Everest…”.
Salam.
Please share and coment if you
like this article
Nyari filmnya dimana ya bang ?
BalasHapussalam mas Asrul Ramadhan.
HapusCoba browsing via youtube mas, atau bisa ia web streaming movie online lainnya.
Jika mau dicopy dari arcopodo juga bisa, kirim saja flasdisknya
wah tawaran yg menarik nie... biar menyingkat waktu...tulung belikan flsahdisk-y nanti saya ganti...via transfer...
Hapus:)
kebetulan saya lagi ngga pny flashdisk...
:)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAlamat arcopodo dimana mas? Saya mau kirim flashdisk...
HapusIni alamatnya mas : Jl. Pangeran Antasari, Gg Nusa Indah I, Kel, Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. 75127
HapusKelima film ini punya semua gan?
HapusSubtitle indo?
pumya semua mas,
HapusDan ada paket film adventure dengan isi 40 film dalam kemasan flashdisk 32gb, seharga rp, 275rb yang ditawarkan arcopodo store, mungkin mas bisa mendapatkannya disana.
Tulisan yang bagus mas..
BalasHapusTerimakasih mas Rustam..
HapusNice article,, kalo mau kirim fd alamatnya kemana ya mas?
BalasHapusalamatnya minta via kolom kontak saja mas Candra ya...
Hapus