Randu Ijo
Sebuah banner
terpampang besar menjadi background open stage acara kopi darat keluarga
pecinta alam (Kopdar Kepala) untuk wilayah Magelang dan sekitarnya. Diatas
banner dengan gambar view gagahnya Merapi tersebut tertera sebuah kalimat yang
dijadikan sebagai slogan kopdar kali ini ;
::
Menikmati hidup apa yang diberikan Tuhan pada kita, mari kita bersama menjaga,
merawat, dan melestarikan. WE ARE STRONG, SOLID, AND RESPECT ::
Disamping banner
utama tersebut, beberapa bendera, logo klub, dan logo sponsor tampak juga
bergantungan dipajang, sementara bendera merah putih ukuran besar juga ikut
menghiasai sebelah kanan banner.
Kopdar
kali ini dilaksanakan di Randu Ijo,
Jurang Jero, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah, dari kota Muntilan Jawa Tengah,
lokasi ini bisa diakses dengan waktu kurang lebih 30 sampai 45 menit dengan
sepeda motor.
Jurang
Jero merupakan sebuah areal lokasi wisata alam
cukup populer di Kabupaten Magelang, ditempat yang merupakan areal hutan
cemara ini terdapat berbagai objek yang menarik minat para pengunjung. Selain
view gunung Merapi yang begitu mempesona, lokasi Randu Ijo yang merupakan
sebuah tempat dalam areal konservasi Jurang Jero merupakan salah satu lokasi
favorit untuk camping, baik itu yang sifatnya untuk ceremonial, gathering,
ataupun sekedar camping ceria semata.
Di
lokasi Randu Ijo, terdapat berbagai fasilitas pendukung untuk mengadakan sebuah
kegiatan, pendopo yang cukup untuk menampung 40 orang, musholla yang cukup
nyaman dan bersih, toilet, juga sarana penerangan dan listrik. Sementara di
samping lokasi Randu Ijo, mengalir sebuah sungai kecil berair jernih, sebuah
bendungan yang hampir keseluruhannya telah tertutup semak dan pepohonan perdu
juga menjadi daya tarik tempat ini.
Berbagai
fasilitas pendukung yang ada ditempat ini memang menjadi sebuah pertimbangan
khusus bagi komunitas-komunitas yang berniat mengadakan semacam gathering atau
sekedar fun camp, hingga memang hampir setiap akhir pekan tempat ini tak pernah
sepi pengunjung, selalu menjadi rumah temu bagi bermacam komunitas disekitar
wilayah kabupaten Magelang.
Randu
Ijo sendiri dikelola oleh sebuah kelompok tani yang menamakan diri mereka
dengan Forum Merapi Merbabu Hijau atau disingkat FMMH, kelompok tani diketuai
oleh seorang pria yang sangat peduli dengan aktifitas reboisasi dan
penghijauan, hingga tak mengherankan, agenda utama dari FMMH adalah melakukan
reboisasi, revitalisasi, konservasi, dan penghijauan secara totalitas dikawasan
gunung Merapi dan gunung Merbabu.
Kopdar Kepala
Secara
umum kopdar ini berjalan dengan lancar dan sukses, meskipun prosesnya dimulai
molor dari jadwal yang tertera pada brosur dikarenakan hujan yang cukup deras
pada sore harinya.
Peserta
kopdar ini ternyata tidak hanya berasal dari kabupaten Magelang saja, bahkan
ada juga yang datang dari Klaten, Jogja, Boyolali, bahkan Semarang. Rangkaian
kegiatan kopdar malam harinya meliputi sesi perkenalan sesama peserta kopdar,
diteruskan dengan pemberian materi oleh para narasumber terpilih, kemudian
dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan sedikit pembekalan motivasi oleh para
narasumber.
Acara
yang dimulai sekitar jam 10 malam ini, bahkan baru selesai jam 4 dini hari,
sementara pagi harinya acara dilanjutkan dengan perawatan pohon di sekitar
Jurang Jero berupa pemberian pupuk dan penanaman beberapa batang pohon sebagai
simbolis. Sebelum acara benar- benar ditutup dan selesai, penyelenggara
memberikan sesi pemgambilan nomor undian dan pembagian hadiah hiburan yang
telah disiapkan sebelumnya, terakhir sesi foto bersama dan pembagian piagam
penghargaan oleh panitia kepada semua peserta Kopdar Keluarga Pecinta Alam
Korwil Magelang, dan sebelum mendung kian tebal dan rintik hujan mulai turun,
sekitar jam 11 siang, acara Kopdar ini secara resmi ditutup.
Sebagian peserta Kopdar Kepala Korwil Magelang Oktober 2017
Sebuah Kritik dan Tinjauan
Sebuah
pepatah mengatakan “ usia bukanlah ukuran
seseorang untuk dapat bertindak dewasa
dan bijaksana “, sebagai salah satu peserta kopdar Kepala Regional Magelang
kemarin, saya merasa berkepentingan untuk menulis ini, sebagai sebuah koreksi
dan tinjauan secara umum, dengan harapan hal yang mungkin dipandang sebagai
sesuatu yang uncomfortable dan cacat, tidak akan terjadi lagi pada
kopdar-kopdar sejenis, khususnya pada kopdar Keluarga Pecinta Alam regional
Magelang edisi selanjutnya.
Pada
bahasan ini, pepatah diatas dapat kita terjemahan sebagai; senioritas dan lamanya seseorang menjadi pencinta alam, tidak dapat
pula dijadikan sebagai ukuran kebijaksanan dan kedewasaannya, khususnya dalam
intern dunia ke-pecinta alaman itu sendiri.
Apa maksudnya…?
Saya akan bercerita sedikit
mengapa saya bisa berpendapat demikian ;
Pada sesi tanya
jawab, salah satu narasumber terlihat begitu jumawa, dan menurut pandangan saya
secara pribadi lebih kepada sikap over-confidence,
bahkan cenderung sedikit arogan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para
peserta, dijawab semaunya, bahkan pada beberapa bagian saya perhatikan
cenderung dipaksakan dengan penekanan bahwa penanya harus puas dengan jawaban
yang diberikan, walaupun kadang jawaban yang diberikan terdengar aneh dan ngelantur.
Pertanyaan-pertanyaan
ini memang simple pada dasarnya, survival, seputar pertolongan pertama,
hyporthermia, bunga edelweiss, dan beberapa pertanyaan sederhana lainnya.
Meskipun
sederhana, menurut saya tidak dapat juga dijawab hanya dengan reka-reka semata,
atau dijawab tanpa memiliki landasan analisa yang jelas, baik berupa sebuah
teori yang teruji, atau pengalaman yang memang telah terbukti. Sayangnya
narasumber cenderung memperturutkan sikap ego dan arogansinya, sehingga
atmosfer diskusi sebuah keluarga pecinta alam yang seharusnya solid, hangat,
respect, dan bermanfaat, seperti yang ditertulis dibanner acara, tidak dapat
terwujud dengan maksimal.
Narasumber berulang
kali mengatakan ia telah ke Everest, bahkan sudah enam kali, lahir di Belanda,
pernah ke Kilimanjaro, Elbrus, Alpen, menjadi brand ambassador salah satu
produk ternama, mendaki gunung keliling Indonesia sejak tahun 1999, bedarah
bangsawan sebagai salah satu keturunan sultan ke-7 Keraton Yogyakarta, lulusan
Harvard University, yang kesemuanya itu hanya untuk menunjukkan kepada peserta
kopdar bahwa ia adalah seorang yang istimewa, dan telah malang melintang di
dunia petualangan dengan segudang prestasi dan pengalaman.
Oke, anggaplah
semua yang dikatakan itu benar. Tapi saya kira tertalu berlebihan ketika salah
satu peserta bertanya, kemudian jawaban yang diberikan tidak cukup memuaskan,
kemudian sang penanya kembali lagi kedepan untuk menanggapi, tapi direspon
dengan membuka baju oleh narasumber, menunjukkan badannya yang kekar, dihiasi
beberapa tattoo yang membuat gemetar, ia memang tidak memukul, menonjok, atau
menendang si penanya, tapi gesture dan bahasa tubuh yang ia tunjukkan dengan jelas
memperlihatkan ia berupaya mengintimidasi sang penanya.
Begitukah respon
seorang alumni Harvard dalam diskusi..?
Begitukah sikap
pecinta alam dengan pengalaman belasan tahun menghadapi sebuah pendapat yang
berseberangan dengannya..?
Begitukah respon
seorang mountaineer dengan rekor enam kali ke Everest, menjelajah perbukitan
Alpen, melanglang di Elbrus, ketika menemukan seorang penanya yang tidak merasa
puas dengan jawabannya..?
Gunung adalah sekolah, kebijaksanaan adalah buahnya
Sungguh
kedepan, jika acara seperti ini diadakan lagi, saya berharap penyelenggara
setidaknya menyeleksi dengan seksama terlebih dahulu para narasumber acara,
pilihlah orang-orang yang memang memiliki kompetensi dan kapabilitas, atau
setidaknya memiliki pengalaman yang nyata untuk diceritakan. Sungguh sangat
disayangkan, para peserta kopdar yang telah berupaya keras datang dari berbagai
wilayah, disuguhi dengan hal-hal yang tidak seharusnya, alih-alih mendapatkan
sebuah share learning yang bermanfaat.
Edukasi kepada
para pendaki muda, memang adalah tugas kita, orang-orang yang menganggap diri
mereka sebagai orang yang telah lama menempuh rimba dan belantara. Konsepsi
persuasif dan informatif untuk meningkatkan kesadaran pelestarian kepada pada
pecinta alam muda telah menjadi amanah dipundak kita semua, meskipun kita tak
pernah memintanya, karena itu mari kita melakukannya dengan sebaik mungkin,
ditunjukkan dengan sikap, teladan dan karakter, bukan hanya tutur kata lewat
pengeras suara belaka.
Usia yang telah
banyak, rambut yang mulai ditumbuhi uban, kaki yang telah melangkah ke berbagai
puncak, nama yang lebih dulu tercatat sebagai pecinta alam atau pendaki gunung,
bukanlah jaminan bahwa seseorang akan menjadi lebih bijaksana. Kita mesti
banyak belajar, mesti memikirkan perjalanan pendakian bukan hanya sebagai
sebuah ajang eksis dan unjuk kekuatan, tetapi juga sebagai sebuah pembelajaran
dan tempaan, untuk menciptakan karakter unggul, berkepribadian, tangguh, rendah
hati dan juga sopan.
Semestinya semakin jauh melangkah, semakin rendah hatilah jiwa seorang pendaki
Akhirnya sebagai
salah satu peserta, melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan apresiasi yang
tinggi untuk panitia yang telah mengupayakan acara kopdar kemarin, tulisan ini
saya terbitkan sebagai bentuk rasa respect dan kepedulian, meskipun didalamnya
saya menyelipkan kritik, namun itu tentu saja untuk kebaikan kita semua
didepan.
Salam.
No comments:
Post a comment