Sebelum saya merilis data lengkap jalur pendakian gunung Merapi via kampung Babadan ini, sebenarnya saya telah beberapa
kali “membocorkan” satu dua informasi mengenai kejutan untuk jalur pendakian
gunung khususnya areal Jawa Tengah ini. Bocoran bocoran informasi itu saya
publis baik dalam bentuk status di akun facebook saya, mau pun ada yang saya
narasikan dalam berbagai sudut pandang dalam tulisan-tulisan sederhana di blog
Arcopodojournal.
Sudah banyak rekan sesama pendaki
yang bertanya informasi lengkap mengenai jalur pendakian gunung Merapi via
kampung Babadan ini, namun karena statusnya yang masih belum resmi, juga
kondisinya yang belum layak untuk dipublikasi secara luas, informasi lengkap
tentang rute pendakian gunung Merapi via kampung Babadan belum bisa saya
bagikan secara luas, untuk sementara hanya beberapa anggota team Dhemit Gunung
saja yang mengetahui peta lengkap pendakian jalur ini.
Secara pribadi, saya telah tiga
kali menjajal rute ini, dua kali bersama anggota team Dhemit Gunung, sementara
untuk yang perdana saya lakukan secara solo.
Sejak awal melihat rute pendakian
Babadan ini, saya telah memiliki keyakinan jika jalur ini akan menjadi semacam 'surprise' untuk rute pendakian gunung pulau Jawa, khususnya areal Jawa Tengah.
Apa yang dimiliki oleh jalur Babadan sisi barat gunung Merapi sungguh merupakan
sesuatu yang tidak pernah saya perkirakan sebelumnya, keindahannya,
keasriannya, panoramanya, unsur adventurenya, semuanya seolah lengkap ditumpahkan
di atas kanvas jalur Babadan ini.
Sungguh saya menilainya sebagai sebuah
kejutan, menemukan rute memuncaki gunung teraktif di dunia, yang selama ini
juga dikenal sebagai salah satu gunung dengan tingkat jumlah pengunjung paling
ramai, yang rute resmi satu satunya via New Selo dapat ditempuh hanya dalam
waktu tiga jam, bahkan untuk beberapa pendaki dengan fisik super, bisa
melakukannya dalam waktu dua jam, ternyata memiliki sebuah sisi lain yang luar
biasa menarik dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Sebenarnya sejarah rute pendakian
gunung Merapi via Babadan telah tertoreh dengan indah sudah sejak dua
puluhan tahun yang lalu, bersama jalur Kinahrejo, Jalur Balerante, jalur New
Selo, dan jalur Klaten, Babadan juga telah menjadi sebuah jalur akses yang
familiar dan eksotis menuju puncak gunung Merapi.
Namun keindahan jalur Babadan ini
kemudian dikubur habis oleh keganasan letusan gunung Merapi sekitar lima belas
tahun silam, dalam letusan dahsyat yang telah beberapa kali terjadi itu, tiga
jalur pendakian lainnya juga terpaksa ditutup, menyisakan New Selo sebagai satu
satunya jalur pendakian resmi yang masih berfungsi. Namun seperti sering saya
kemukakan dalam berbagai tulisan saya sebelumnya, bahwa seiring dengan
meningkatnya minat dan ketertarikan pada aktivitas mendaki gunung, untuk gunung
sekelas Merapi yang sangat populer dan familiar, rasanya hanya dengan memiliki
satu akses jalur pendakian saja, dirasa masih sangat kurang.
Ada beberapa hal yang menjadi
petimbangan mengapa jalur Babadan menurut saya memiliki status 'urgent' untuk
segera dibuka secara resmi. Di antara beberapa pendangan tersebut, alasan yang
paling mendasar adalah nilai historis yang dimiliki jalur Babadan itu sendiri.
Babadan seperti yang telah saya
sampaikan di awal, merupakan sebuah jalur kuno menuju puncak Merapi, kematian
jalur ini disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang memutuskan banyak akses
jalan dan juga jalur. Namun membiarkan sebuah artefak rute pendakian yang kaya
menjadi tidak dikenal seperti saat ini juga bukan merupakan pilihan yang
bijaksana. Suguhan panorama gunung Merapi via jalur Babadan sangat eksotis dan
elok, di tengah derasnya minat akan olahraga mendaki gunung seperti sekarang
ini, pembiaran ini meski pun terasa eksklusif bagi beberapa orang, tetap merupakan
sebuah pemubaziran dari sesuatu yang dapat diambil manfaatnya begitu banyak.
Selain nilai historisnya,
pembukaan jalur Babadan secara resmi akan pula berdampak pada sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya. Kita tidak dapat berpura-pura bahwa ini bukan suatu
pertimbangan yang penting saat ini, pemberdayaan ekonomi dari sektor wisata
pendakian gunung tidak dapat dianggap main-main lagi jika kita lihat dari
berbagai bukti yang telah nyata di lapangan.
Pengunjung yang mencapai jumlah
ribuan perminggu, tereksposnya berbagai potensi usaha masyarakat sekitar, dan
meningkatnya peluang masyarakat sekitar untuk dapat pula memperoleh tambahan
penghasilan, bahkan penghasilan utama dari sektor layanan pariwisata mendaki
gunung. Belum lagi hal-hal seperti ini sudah barang tentu biasanya memicu pada
perbaikan sarana dan prasarana masyarakat sekitar, baik itu akses jalan, dan
berbagai fasilitas umum lainnya.
Namun tentu saja di balik
banyaknya manfaat dan kebaikan yang bisa diperoleh dengan terbukanya akses
resmi pendakian gunung Merapi via kampung Babadan, tentu saja terdapat pula
beberapa dampak negatif yang mengikutinya. Dampak-dampak itu bisa berupa
pencemaran lingkungan dari sisi sampah, potensi kecelakaan pendaki di jalur
Babadan, mengingat jalur ini memiliki banyak tantangan yang butuh ketelitian,
dan tentu saja beberapa dampak negatif lainnya.
Akan tetapi dampak-dampak negatif
semacam ini, tidak seharusnya menghentikan langkah kita untuk tetap
memberdayakan jalur pendakian gunung Merapi via kampung Babadan. Dengan
pengelolaan, penanggulangan, dan kontrol yang tepat, Insya Allah, saya yakin
dampak-dampak negatif seperti ini bisa ditangani dengan baik.
Rute Lengkap Jalur Pendakian Gunung Merapi Via Babadan
Akses lokasi
Kampung Babadan bisa diakses dari
kota Muntilan dengan waktu tempuh hanya sekitar 45 menit hingga satu jam
berkendara.
Dari kota Muntilan, perjalanan
dimulai menuju Pasar Talun, jika tidak menggunakan kendaraan pribadi, akses
menuju Pasar Talun bisa dengan naik angkot atau ojek.
Dari pasar Talun perjalanan
dilanjutkan menuju pasar Soko, jarak kedua pasar sayur ini hanya sekitar 1,5
km, jika naik sepeda motor mungkin hanya memakan waktu 5–7 menit saja. Bagi
yang tidak menggunakan kendaraan pribadi, sebaiknya perjalanan menuju kampung
Babadan ditempuh dengan naik ojek, dan para pengojeknya bisa didapat di pasar
Talun ini, tarifnya berkisar Rp, 15.000 – Rp, 25.000.
Tepat di depan pasar Soko, akan
ditemui sebuah pertigaan, kampung Babadan dapat diakses dari sini dengan
memilih jalan sebelah kanan jika dari arah pasar Talun, sedangkan dari arah
berlawanan dapat mengambil jalan yang sebelah kiri. Sebaiknya kebutuhan
logistik dan segala sesuatunya dapat dipastikan di sini, ini adalah pasar
terakhir yang bisa ditemui hingga kampung Babadan.
Dari pasar Soko perjalalan
dilanjutkan menuju kampung Babadan, dengan medan jalanan desa yang menanjak dan
variatif. Ada jalan yang sudah diaspal halus, namun di beberapa titik ada juga
yang masih hanya aspal kasar dan cor coran dari beton.
CATATAN PENTING !!!
Pos pendakian Babadan BUKANLAH
pos pengamatan gunung Merapi Babadan, ini adalah dua hal yang berbeda. Pos
pendakian Babadan dikelola oleh penduduk kampung Babadan, sedangkan pos
pengamatan adalah aset penelitian yang dibawahi oleh badan vulkanologi, untuk
urusan pendakian dan segala macam tetek bengeknya, pos pengamatan gunung Merapi
Babadan sama sekali tidak bisa direpotkan.
Jadi pastikan anda melewati rute
yang telah ditetapkan, yaitu via kampung Babadan, bukan pos pengamatan Babadan.
Gerbang masuk terminal kota Muntilan
Kampung Babadan
Ada banyak perkampungan penduduk
yang dijumpai sepanjang jalan dari pasar Soko hingga kampung Babadan yang juga
direncanakan berfungsi sebagai basecamp pendakian nantinya.
Babadan sendiri adalah sebuah
dukuh yang memiliki territorial cukup luas, juga memiliki beberapa dusun dan
pengelompokan rumah bermukim bagi penduduknya. Dukuh direncanakan menjadi
basecamp pendakian adalah kampung Babadan Satu, yakni sebuah dusun paling atas
atau paling akhir ditemui dari arah pasar Soko, di sinilah akan diupayakan
disediakan basecamp pendakian, registrasi, dan aneka macam administrasi guna
memenuhi keperluan para pendaki gunung Merapi.
Sebenarnya saya mempublish jalur
pendakian via Babadan ini juga masih dalam kondisi belum menemui kata acc dan
mufakat dari beberapa masyarakat kampung Babadan-nya sendiri. Ada banyak hal
yang mungkin perlu mereka bicarakan dan musyawarahkan sebelum benar-benar
bersepakat untuk membuka kampung mereka sebagai sebuah destinasi wisata
petualangan menuju puncak gunung Merapi.
Rute dan peta pendakian
Setelah melakukan reservasi (sebelum jalur ini diresmikan anda sebaiknya meminta izin kepada kepala dusun/bayan/atau salah satu pejabat desa kampung Babadan), pendakian dapat mulai
dilakukan dari kampung Babadan Satu menuju Pos Satu Watu Alap–Alap.
Etape pendakian pembuka ini
mungkin akan agak melelahkan, lintasan dari basecamp pendakian, hingga pos satu
Watu Alap-Alap adalah jalan penduduk menuju ladang-ladang pertanian mereka.
Selain digunakan sebagai jalan umum guna ke ladang, lintasan ini juga digunakan
penduduk Babadan dan sekitarnya untuk menyabit rumput di hutan, ada banyak
sekali persimpangan di sini, kehati –hatian dalam memilih jalur, juga keterbukaan
untuk bertanya kepada penduduk yang mungkin ada di sekitar sangat disarankan.
Jalur dari basecamp pendakian
menuju pos satu Watu Alap-alap selain bisa ditempuh dengan hiking atau berjalan
kaki, dapat juga ditempuh dengan sepeda motor, dan ini juga sebenarnya
merupakan sebuah peluang bagi masyarakat kampung Babadan untuk menjadi usaha
sampingan nantinya.Perjalanan hiking dari Basecamp Babadan hingga Watu Alap–alap bisa memakan satu jam bahkan satu setengah jam jika berjalan kaki, namun
jika dibantu dengan sepeda motor mungkin hanya akan memakan waktu lima belas
menit saja.
Banyak pendaki yang kadang ingin
menghemat waktu dan tenaganya sebelum benar-benar terkuras di medan pendakian,
dan menempuh lintasan antara basecamp Babadan-Pos Satu Watu Alap-Alap dengan
bantuan sepeda motor adalah sesuatu yang bisa dilakukan di sini, dan itu adalah
satu peluang lagi bagi warga Babadan untuk menjadi operatornya.
Sekitar satu kilometer sebelum
mencapai pos Satu Watu Alap-Alap, lintasan akan memasuki sebuah kawasan hutan
pinus yang cukup teduh dan rimbun. Ada yang unik dari hutan pinus di Babadan
ini yang berbeda dengan hutan hutan pinus lainnya pada beberapa medan
pendakian, sebuah saksi sejarah dan prasasti akan kita temui terpahat pada
batang-batang pohon pinus yang gundul merangas dan mati di sini, saksi dan
prasasti keganasan letusan gunung Merapi waktu silam.
Pertama kali saya menjelajahi
tempat ini, saya sudah merasa takjub dibuatnya, deretan batang-batang pinus
yang merangas, mengingatkan ingatan dan pikiran dengan kuat, bahwa kedahsyatan
dan keganasan letusan gunung Merapi, bukan sebuah cerita rekayasa, ia nyata
di depan mata.
Hutan pinus yang merangas akibat letusan gunung Merapi belasan tahun silam
Watu Alap–Alap
Sebelum saya tahu nama tempat ini
sebagai Watu (batu) Alap–Alap, saat hiking sendirian saya telah memberinya
nama dengan sebutan Lembah Alap-Alap.
Watu Alap–Alap atau lembah Alap–Alap merupakan sebuah jurang menganga dengan kedalaman mencapai lima puluhan
meter, persis berada di sebelah kiri lintasan setelah hutan pinus yang rimbun.
Kata alap–alap yang menjadi ikon tempat ini berasal dari barisan batu berwarna
belang belang hitam yang menjadi dinding jurang bagian seberangnya. Jurang ini
sebenarnya kemungkinan besar terbentuk lantaran gempuran dari aliran lahar
letusan gunung Merapi, tempo yang lama dan volume material yang berukuran
raksasa memungkinkan alam secara alamiah mengguratkan jurang yang dalam di tempat
ini.
Jurang Watu Alap Alap
Kawasan Watu Alap-Alap juga telah
diagendakan untuk dibuat semacam tempat wisata khusus di jalur Babadan ini, ke
depannya akan ada beberapa sarana wisata yang direncanakan untuk dibangun
di tempat ini, mulai dari gazebo-gazebo pengunjung, hingga mungkin akan
dibuat semacam tempat untuk berfoto selfie dengan latar belakang gunung
Merapi dan hutan Babadan yang hijau.
Pos 1 Watu Alap-Alap – Pos 2 Pematang Dhuwur
Selepas dari Watu Alap-Alap,
lintasan medan pendakian akan langsung dihadapkan pada sebuah tanjakan yang
cukup menguras tenaga.
Tanjakan ini tidak begitu panjang
sebenarnya, namun karena ada dipermulaan jalur pendakian, jadi memang mungkin akan
cukup menuras tenaga, finish tanjakan ini ada pada sebuah tempat di mana berdiri
sebuah menara pemancar kecil milik Balai Taman Nasional Gunung Merapi resort
pengamatan Babadan. Setelah menemui menara kecil tersebut, maju sekitar lima
puluh langkah ke depan kita akan mendapati sebuah camp ground yang cukup bagus
untuk mendirikan tenda, tempatnya agak tinggi, dan tidak terhalang untuk
menikmati gagahnya puncak Merapi jika cuaca sedang tidak tertutup kabut.
Setelah melewati camp ground
kecil tadi, jalanan akan sedikit menurun, saya menyebut tempat ini sebagai Lembah Pelana Kuda dikarenakan
lokasinya yang diapit dua punggungan hampir sama tinggi, mirip pelana yang
biasa dipasang pada punggung seekor kuda tunggangan.
Di ujung Lembah Pelana Kuda ini,
akan ditemui dua buah jalan bercabang, satu mengarah ke kiri, ke arah kali Alap-Alap. Sementara yang satunya agak ke kanan kemudian lurus membelah belantara
punggungan di depan lintasan. Jalur yang diambil adalah yang ke kiri, jalur yang
menuju badan sungai pasir Alap -Alap yang telah ditandai dengan beberapa pita
warna orange dan hijau, sementara jika ke kanan ini adalah menuju Klatakan, sebuah tempat yang juga
terdapat sebuah menara kecil pengamatan gunung Merapi seperti sebelumnya.
Sosok puncak Merapi dlihat dari punggungan sebelum Lembah Pelana Kuda
Sangat tidak disarankan untuk
mengikuti rasa penasaran kemudian mengambil rute kanan menuju Klatakan. Jalur ini adalah rute terlarang, hanya
orang orang tertentu yang boleh mengambil rute ini, saya tidak begitu tertarik
dengan hal hal berbau magis dan supranatural, namun di tempat ini pernah
kejadian seorang bule tewas dihajar batuan dari puncak Merapi. Saya tidak tahu
pristiwa detailnya, beberapa sumber di Babadan menyebutkan kenekatan melanggar
aturan dari si bule itulah yang mengantarkannya tewas di tempat itu,
Wallahu’alam.
Selepas melewati sebuah bekas
aliran sungai tanpa air pada rute kiri setelah Lembah Pelana Kuda, lintasan
akan mendatar sepanjang lima puluh meteran, dengan kanopi yang cukup tebal oleh
dedaunan pohon akasia dan pinus yang tumbuh rapat sepanjang jalan. Setelah
menikmati jalur yang landai, lintasan pendakian akan menanjak tajam menapak
menuju punggungan bukit, kabar baiknya adalah meskipun lintasan ini menanjak,
jalurnya tetap teduh dan bagian menanjak tajamnya yang pendek.
Perjalananan dilanjutkan terus
mengikuti rute menyusuri sebuah punggungan. Di kampung saya di Bengkulu sana, punggungan
bukit seperti ini disebut pematang, mengikuti sebutan dari istilah pematang
sawah, hanya saja di gunung kiri kanannya adalah jurang menganga, bukan tanaman
padi yang menghijau.
Sekitar 15 hingga 20 menit
berjalan mengikuti punggungan dengan naungan teduh pohon Akasia dan pinus, rute
akan langsung mengantarkan para pendaki gunung Merapi melalui satu-satunya jalur pendakian Gunung Merapi via Magelang ini menuju Pos 2 Pematang
Dhuwur. Pos ini tidak memiliki tempat camp begitu luas, hanya tersedia sekitar
4 atau 5 tempat datar untuk mendirikan tenda ukuran sedang.
Di Pos 2 Pematang Dhuwur ini juga
belum bisa menikmati pemandangan khas pegunungan, karena masih tertutup rapat
oleh kanopi hutan gunung Merapi dengan pohon pinus dan akasianya yang teduh.
Team Dhemit Gunung yang beristirahat di pos 2 Pematang Dhuwur
Pos 2 Pematang Dhuwur – Pos 3 Tegal Alang
Dari pos 2, perjalanan menuju pos
selanjutnya tetap dibuka dengan menyusuri punggungan sekitar 10 hingga 15 menit
lamanya, sebelum kemudian lintasan akan menjumpai sebuah tempat yang cukup
terbuka dengan kemiringan yang landai.
Sebelum memasuki areal terbuka
dengan semak yang tidak begitu rapat ini, sebelumnya lintasan juga akan
melewati jalur cukup rata dengan panjang sekitar 50 meteran. Pada beberapa
tempat sudah bisa ditemukan rumpun edelweiss hidup di tempat ini,
sementara jika ia sedang mekar, beberapa bunga indah berwarna orange terang
juga akan menarik perhatian di beberapa tempat sepanjang lintasan ini.
Jika sebelumnya lintasan
punggungan yang dilewati tampaknya langsung lurus mengarah ke puncak gunung
Merapi, maka sesaat kemudian setelah menemui tempat terbuka dengan semaknya
yang tumbuh tidak begitu rapat, jalur pendakian akan berbelok ke arah kiri,
menuju sebuah sungai kering berisi pasir dengan batu-batuannya yang cukup
besar.
Aliran sungai kering ini
dinamakan Kali Apu, lebarnya paling
hanya 2 meter hingga 4 meter di beberapa tempat, batuan-batuan gunung yang ada di aliran Kali Apu ini berukuran cukup besar dengan tekstur dan ornamennya khas
gunung Merapi. Jika kondisi sedang hujan deras, tentu areal Kali Apu menjadi
sangat tidak aman untuk dilewati, tidak disarankan untuk berlama-lama di tempat
ini jika cuaca buruk, atau sedang hujan lebat mengguyur puncak Merapi.
Watu Apit dan Zona Waspada Pertama
Selepas menyeberang Kali Apu,
jalur akan langsung dihadapkan pada tanjakan yang cukup terjal, berita baiknya,
tempat ini teduh dan banyak semak belukar yang bisa menjadi pegangan sambil
berjalan. Tak lama kemudian jalur akan kembali berbelok ke arah kiri, namun
kali ini akan melipir sisi jurang yang cukup dalam dan berbahaya, dibutuhkan
extra kehati-hatian melewati tempat ini.
Sebelum memasuki jalan kecil
melipir yang lansung bersanding dengan jurang sebelah kiri yang dalam, akan
ditemui sebuah tempat yang diberi nama Watu
Apit, yakni sebuah batu di tanjakan yang posisinya menjadi semacam pintu
masuk menuju jalan di depannya.
Watu Apit ini berukuran tidak
besar, namun space yang disediakan di antara rongga keduanya cukup sempit, jika
kita membawa carrier dengan ukuran cukup besar, atau bawaan yang banyak
bercantolan di samping kiri kanan carrier, melewati Watu Apit akan terasa lebih
merepotkan lagi. Tidak ada jalan untuk menghindari Watu Apit, sebelah kanannya
langsung berhadapan dengan tebing yang tidak mungkin dilewati, sementara sebelah
kirinya jurang menganga yang siap menelan tubuh jika tidak berhati hati dalam
melangkah.
Kali Apu pada jalur pendakian gunung Merapi via Babadan
Setelah watu Apit, sebaiknya para
pendaki tidak mengendorkan kehati-hatian, jalur yang menjadi lintasan
selanjutnya adalah sebuah jalan setapak kecil yang bersisian langsung dengan
jurang di sebelah kirinya. Lintasan ini adalah zona waspada pertama yang mesti
menjadi perhatian para pendaki gunung Merapi via jalur Babadan, kadang ada
beberapa jalan berlubang yang tertutup oleh semak, yang jika terinjak
kemungkinan besar akan mengantarkan kita ke dasar jurang.
Kali Gesik si Fenomenal
Jarak antara Kali Apu dan Kali
Gesik sebenarnya tidaklah jauh, bagi para pendaki yang telah terbiasa, mungkin
hanya butuh waktu 20 menit hingga 30 menit saja.
Sebuah hutan dengan tanaman pinus
dan akasia yang rimbun akan menjadi tempat yang bagus untuk istirahat sekedar
minum dan makan biskuit, sebelum melanjutkan perjalanan kembali menuju arah
Kali Gesik. Hutannya yang cukup rindang mungkin hanya sepanjang 50 meteran saja,
namun beberapa tempat di bawahnya yang teduh dan bersih, menjadikan tempat ini
sebagai salah satu tempat yang menyenangkan untuk beristirahat.
Lintasan yang tadi seolah lurus
memotong punggungan, sekarang akan menurun sedikit serong ke kiri, tempatnya
cukup terbuka dengan tumbuhan ilalang, dan beberapa semak ukuran tinggi yang
tumbuh liar. Kemudian jalan akan terputus di sebuah tebing di sini, terhenti di tepi
sebuah jurang bekas aliran lahar gunung Merapi.
Tempat inilah yang disebut Kali Gesik, aliran sungai kering bekas
lahar dingin yang pada beberapa tempat
memiliki lebar hingga 20 meteran, juga dengan tinggi tebing kiri kanan juga
mencapai 20 meteran di beberapa bagiannya. Di seberang Kali Gesik akan terlihat
hamparan punggungan luas dari pasir dan batuan yang luasnya mungkin mencapai 2
hektar lebih, dengan kemiringan yang cukup melelahkan untuk didaki.
Salah satu sudut Kali Gesik
Saat memasuki badan sungai Kali
Gesik, akan ditemui sebuah penanda yang memecah jalur menjadi dua arah, satu
menurun ke arah hilir sungai, sementara yang satunya berlawanan menuju ke arah
hulu sungai, yang juga merupakan puncak gunung Merapi.
Jika cuaca sedang cerah, Kali
Gesik adalah tempat yang sangat fantastis, hamparan sungai pasir yang luas
berdinding batu-batu granit berukuran raksasa, dengan latar belakang puncak Merapi
yang gagah mengepul, tempat ini sungguh sangat mengesankan. Namun seperti yang
pernah saya tulis pada sebuah status di kronologi saya, bahwa pasangan Kali Gesik
di pendakian Merapi melalui jalur Babadan ini
adalah kabutnya yang seakan tak mau sirna, jika pun ia menghilang, maka
itu tak akan lama, sesaat kemudian tempat ini akan diselimuti kabut kembali
yang akan menutupi pandangan mata para pendaki.
Di Kali Gesik ini pula saya
pernah mengatakan bahwa rute ini bisa menjadi pilihan alternatif jenis baru dalam
olahraga pendakian gunung di Indonesia, yaitu dengan menyusuri bekas aliran
laharnya yang langsung berhulu ke puncak Merapi. Saya tak tahu apa nama sebenarnya
pendakian dengan metode jenis ini, namun saya menyebutnya dengan istilah Chasm
Hike, atau pendakian ngarai rute tembak menuju puncak Merapi. Dan hal
terpentingnya adalah, sebaiknya jangan nekad untuk dicoba jika anda merasa
belum begitu berpengalaman dalam olahraga pendakian gunung.
Lintasan jalur tembak Chasm Hike di Kali Gesik
Camp Ground Tegal Alang dan Pelawangan Rinjani
Sebenarnya saat saya menulis data
lengkap pendakian gunung Merapi via Jalur Babadan yang sahabat pendaki baca
ini, Camp Ground Tegal Alang belumlah siap untuk dijadikan areal camp, belum
ada juga penanda di jalur persimpangannya saat memasuki badan Kali Gesik
sebelumnya.
Namun sepanjang pengamatan saya
yang telah tiga kali menyusuri jalur ini, tidak ada tempat yang paling
strategis dan memadai untuk dijadikan Camp Ground utama pada pendakian gunung
Merapi via Babadan, selain tempat yang kami beri nama Tegal Alang ini.
Ada sedikit kemiripan antara
kontur camp ground Tegal Alang ini dengan kontur camp ground Pelawangan di
Gunung Rinjani, yakni sama sama berada di sebuah punggungan gunung, dan sama
sama memiliki banyak pohon pinus di lintasannya. Namun tentu saja Pelawangan Rinjani
lebih tinggi dengan pemandangan Segara Anak dari jalurnya. Di Tegal Alang
Merapi, selain badan dan puncak Merapi yang kokoh, pemandangan gunung Merbabu
dan hutan tanah Jawa yang telah terkelupas di sana sini menjadi pemukiman, juga
menjadi daya tarik yang cukup memikat untuk dilihat.
Akses camp ground Tegal Alang
direncanakan dari arah Kali Gesik dengan rutenya yang mengarah ke hilir, atau
ke dasar lembah, setelah itu rute akan dibelokkan menuju sebuah sudut hutan
pinus yang rapat, yang kemudian akan menanjak langsung menuju punggunggan Camp
Ground Tegal Alang. Ini adalah rute yang paling mungkin menuju Tegal Alang,
karena rute lainnya, seperti yang telah kami amati sebelumnya, tidak mudah
untuk dijangkau karena dihadang dinding jurang vertikal dengan tinggi hampir 30-an
meter.
Sekali lagi akses jelas dan mudah
menuju Tegal Alang belum ada ketika saya menulis tulisan ini, beberapa kendala
birokrasi merintangi kami untuk merealisasikanya dengan cepat. Rute yang saya
tulis adalah sesuai pengamatan dan experience di lapangan, itu adalah yang
paling mungkin ditempuh sejauh ini.
Wilayah camp ground Tegal Alang (dilingkari biru)
Selain menuju Camp ground Tegal
Alang, pendaki dapat juga memilih langsung melanjutkan perjalanan menuju Pasar
Bubrah tanpa harus melewati Tegal Alang. Dan ini adalah jalur yang telah dua
kali kami susuri.
Rute masuknya adalah mengambil
jalur ke hulu Kali Gesik, jadi jika mampir ke Tegal Alang ambil rute menuju
hilir, maka pendakian langsung menuju Pasar Bubrah ambil jalur ke arah hulu.
Setelah sekitar 150 meter
melangkah menyusuri aliran Kali Gesik menuju Hulu, kita akan menemui sebuah
corner atau sudut yang menjadi persimpangan jalur selanjutnya. Jalur ini berada
pada sisi sebelah kiri Kali Gesik, persis berada di atas tumpukan pasir dan
batuan sebelah kiri yang menggunung paling ujung.
Rute ini akan langsung menanjak
terjal dan cukup panjang, cukup menguras tenaga untuk melaluinya. Namun dari
tempat ini pemandangan khas pegunungan sudah mulai bisa dinikmati, meskipun
kadang tertutup oleh kabut, saat kabutnya tersibak pemandangan dan view dari
tempat ini akan cukup mengobati rasa lelah.
Pos 3 Tegal Alang Kali Gesik–Pos 4 Jurang Dhemit
Dalam agenda, jalur dari Camp
Ground Tegal Alang dan jalur langsung dari Kali Gesik akan bertemu kembali di
punggungan sekitar 30 menit selepas Kali Gesik.
Areal ini sebenarnya merupakan
ekosistem sabana, dengan padang rumput dan beberapa pohon cantigi yang tumbuh
di sana sini, namun karena tempat ini merupakan sebuah tebing dengan kemiringan
yang cukup terjal, tidak mudah juga menemukan space yang nyaman seumpama ingin
bermalam di dekat sini, meskipun panoramanya cukup menawan.
Setelah melewati sabana ini,
jalur akan kembali memotong sebuah punggungan gunung, namun kali ini
punggungannya dipenuhi oleh belukar yang cukup lebat, tanaman yang mendominasi
tempat ini adalah pohon akasia yang tumbuh tidak begitu rapat, dan juga semak-semak yang memenuhi semua permukaan tanah.
Zona Waspada kedua setelah zona
pertama di Watu Apit adalah di sini, di jalur sepanjang hampir 300 meter memotong
punggungan menuju Watu Gelar. Yang menjadi titik-titik dengan tingkat
kerentanan terhadap kecelakaan pendaki di sinilah tempatnya, ada puluhan lobang
menganga sepanjang lintasan yang tertutup semak belukar, kedalaman setiap
lobang bahkan bisa mencapai 5 meter di beberapa tempat. Jika tidak berhati hati
dalam melangkah, tidak menutup kemungkinan akan ada banyak pendaki yang bisa
terjerembab ke dalam lobang-lobang ini, sementara di dasar lobang kita tidak
tahu apa yang telah menunggu, apakah batu runcing, ataukah binatang berbisa.
Memang sebelum pendakian Merapi
via Babadan dibuka secara resmi, saya telah berulangkali menyampaikan, utamanya di
intern team Dhemit Gunung, bahwa jalur
Babadan sangat tidak aman jika dijelajahi malam hari apalagi secara solo, dan
puluhan lubang dengan kamuflase inilah salah satu alasannya. Sehubungan dengan
hal ini saya pun telah mengusulkan untuk MELARANG adanya pendakian
yang dilakukan di malam hari, maupun pendakian yang dilakukan secara solo.
Bisa saja dibuat semacam penutup
untuk lobang lobang berbahaya ini, namun ini tentu mengurangi nilai adventure
atau petualangannya, salah satu hal yang menjadi nilai lebih mengapa mendaki
Merapi via Babadan sangat layak untuk dipertimbangkan.
Watu Gelar
Jika gunung Merapi terkenal
sebagai gunung tandus yang kering selama ini, maka hal ini tidak akan berlaku
jika melewati rute Babadan, akan ditemui titik titik air yang bahkan bisa
digunakan untuk mandi di beberapa tempat, dan semua titik titik air yang
melimpah itu ada di sebuah tempat bernama Watu
Gelar.
Selain Watu Alap-Alap, Kali
Gesik, dan juga Tegal Alang, maka Watu Gelar juga adalah salah satu lintasan yang
sangat menarik jika mendaki gunung Merapi via jalur Babadan ini.
Areal pelataran Watu Gelar
Watu Gelar adalah sebuah areal
bebatuan yang terhampar cukup luas, areal bebatuan ini merupakan sebuah jalur
aliran air yang berhulu langsung dari puncak Merapi. Jika setelah diguyur
hujan, akan sangat mudah menemukan aliran air yang jernih dan segar di sini.
Aliran air yang tidak begitu deras dengan alunan suaranya yang gemericik
mengalir di permukaan batu-batu yang bersih berwarna putih keabu-abuan ini,
sungguh membuat nyaman bagi para pendaki untuk sekedar duduk-duduk dan
beristirahat di atasnya.
Selain banyaknya air jernih yang
bisa didapatkan saat hujan di sini, nilai lebih Watu Gelar adalah sebagai salah
satu spot yang sangat indah untuk sekedar leyeh-leyeh. Spot terbaik yang benar-benar seperti bebatuan di gelar adalah pada bagian bawah, persis di tepi jurang
yang langsung menghadap ke gunung Merbabu bagian timur. Dengan batuan indah yang luas, ditemani
gemericik air jernih yang mengalir, memandang panorama Merbabu dan mayapada
tanah Jawa, sementara di ujung sana terlihat puncak Sumbing Sindoro yang berselimut
di balik kabut.
Satu satunya hal yang mengganggu
kenyamanan di Watu Gelar ini adalah saat memandang ke bagian bawah jurang,
ketika melihat dan mendengar suara mesin-mesin excavator atau bego dalam bahasa
Jawa, yang sedang mengeruk pasir-pasir di Kali Belan.
Selain sebagai tempat
beristirahat dan spot panorama yang bagus, Watu Gelar juga memiliki potensi
lain yang bisa didayagunakan. Potensi lain tersebut adalah sebagai rute Chasm
Hike kedua setelah di Kali Gesik, selain sebagai rute Chasm Hike, Watu Gelar
dapat juga menjadi tempat untuk melepas kerinduan melakukan panjat tebing. Dengan tekstur bebatuan yang padat dan grip yang banyak, areal Watu Gelar bisa
menjadi arena yang aman dan cukup mengasyikkan untuk sekedar sedikit melakukan
rock climbing ringan.
Selain sebagai spot untuk rock
climbing, jalur Watu Gelar ini sebenarnya dapat dimanfaatkan juga sebagai jalur
evakuasi yang paling cepat dari puncak Gunung Merapi. Melihat dekatnya jarak
antara puncak Merapi dan areal operasi pengerukan pasir di bagian bawah lembah,
saya melihat bahwa jalur air Watu Gelar dapat pula menjadi alternatif yang
bagus untuk melakukan evakuasi pendaki seumpama terjadi kecelakaan yang
membutuhkan evakuasi cepat dan urgent. Namun tentunya untuk melakukan proses
evakuasi melalui jalur ini dibutuhkan skill dan keterampilan vertical rescue
yang mumpuni, tanpa itu mustahil progress evakuasi bisa dilakukan.
Ondho Langit
Sebenarnya saya sendiri masih
agak bimbang memberi nama terbaik untuk Pos 4 pendakian gunung Merapi via jalur
Babadan ini, sempat ada teman yang mengusulkan nama Tanjakan Setan, Watu
Dhemit, Edelweis Mati, dan lain lain, namun ketika dirasa-rasa, semuanya belum
ada yang pas dan cocok.
Saya secara mandiri akhirnya
memilih nama Ondho Langit sebagai
nama pos 4 ini, sebagai sebuah apresiasi terhadap nama Dhemit Gunung yang telah
berupaya dengan susah payah untuk kembali memetakan jalur ini kembali.
Lintasan dari jalur Watu Gelar menuju pos 4 Jurang Dhemit
Dari Watu Gelar jalur menuju pos
4 Ondho Langit melalui lintasan berupa punggungan tipis dengan pohon Cantigi
dan bebatuan yang berserakan di sana sini. Melangkah di atas punggungan ini pun
sangat harus berhati-hati, karena di beberapa bagian ada banyak pijakan labil
yang siap melorot saat diinjak.
Sekitar 300 meter selepas
pelataran Watu Gelar tepi jurang tadi, areal aliran Watu Gelar yang menjadi
jalur pendakian akan langsung berhadapan pada kemiringan terbuka pasir dan
batuan Merapi.
Jalur pendakian kemudian berbelok
ke arah kiri, turun kedasar sungai dengan permukaan batunya yang bersih dan
indah. Setelah melewati sungai, kemudian lintasan akan langsung dihadapkan pada
tanjakan yang cukup tajam, dan kembali, di sini saya menyebutnya sebagai Zona
Waspada Ketiga, ketika kehatian-hatian dalam memilih langkah, benar benar dibutuhkan
dalam setiap pijakan.
Seperti pada medan jalur selepas
Watu Apit dan Kali Apu sebelumnya, model lintasan menuju pos 4 Ondho Langit juga kurang lebih serupa. Jalur sempit yang bersisian antara tebing dan jurang
menganga, menjadikan tempat ini sebagai salah satu tempat yang cukup memiliki
potensi bahaya bagi para pendaki.
Setelah melewati tanjakan, jalur
akan memasuki sebuah hutan belukar yang cukup rapat, hampir tidak dapat melihat
apa-apa saat melewati jalan kecil di tengah belukar ini, kanopi dan rimbunan
belukar menghalangi pandangan secara keseluruhan. Untungnya lintasan belukar
ini tidak panjang, setelah berjalan sekitar 10 menit kita akan tiba di sebuah
tepi jurang yang curam berada di sebelah kanan, sementara puncak Merapi yang
menjulang dan beberapa gundukan belerang berwarna kekuningan dengan kupulan
asap mengepul tampak dengan jelas dari sini.
Karena dekatnya jarak antara
jurang dan jalur yang digunakan sebagai lintasan mendaki, meskipun indah dan
mempesona tempat ini juga merupakan sebuah tempat yang berbahaya dan butuh
kehati- hatian saat melintasinya.
Dari bibir jurang menuju Pos 4
Jurang Dhemit sudah tidak jauh, dengan melewati sebuah tanjakan berbatu yang
melipir ke kiri dan tak begitu tinggi kita akan tiba di sebuah tempat yang
diberi nama Ondho Langit ini.
Ondho Langit sebenarnya adalah sebuah punggungan yang bersisian
langsung dengan tebing dengan ekosistem pohon edelweiss mati memenuhi areal
sekitarnya. Di pos 4 Ondho Langit ini bisa memuat hingga 6 atau 7 tenda, namun
memang dibutuhkan kreativitas dan sedikit kerja keras guna meratakan tanah dan
bebatuannya supaya dapat membuat camp ground yang nyaman digunakan.
Berlatar badan puncak Merapi yang kokoh, menjadi daya tarik lintasan setelah pos 4 Ondho Langit
Pemandangan dari Ondho Langit cukup menawan, dengan berlatar menara puncak Merapi yang mengepul, juga yang
kadang kadang berselimut kabut, di depannya membentang panorama gunung
Merbabu, dan Sumbing Sindoro di kejauhan.
Pos 4 Ondho Langit – Top Base Pasar Bubrah
Sebenarnya jarak antara Ondho Langit dengan Pasar Bubrah sudah tidak jauh lagi, mungkin hanya butuh 45 menit
hingga 1 jam untuk menempuhnya, namun di etape terakhir inilah justru yang
paling berat dari rangkaian rute pendakian gunung Merapi via jalur Babadan.
Tanjakan Geger Celeng
Seratus meter setelah lepas dari
pos 4, pepohonan edelweiss mati juga belukar dan padang alang-alang masih akan
mendominasi lintasan, sementara batu-batuan khas gunung Merapi mulai bertonjolan
sepanjang jalur yang akan dilewati.
Tanjakan Geger Celeng atau
Tanjakan Punggung Babi ini adalah lintasan terakhir sebelum masuk areal Top
Base Pasar Bubrah Gunung Merapi, panjangnya mungkin sekitar 500 meter saja. Sesuai
dengan namanya, tanjakan ini dipenuhi dengan batu-batu kehitaman juga pasir
yang berhamburan bekas erupsi puncak Merapi, paling tidak mungkin seperti
punggung babi, itu perumpamaan kami menyebutnya.
Team Dhemit Gunung berjibaku memilih pijakan menuruni Tanjakan Geger Celeng
Setelah seratus meter melewati
pos 4 tidak ada lagi pepohonan, tidak ada lagi tempat berteduh menghindari
sinar matahari yang mungkin terasa teduh tapi menyengat. Perubahan cuaca terasa
lebih cepat disini, kabut yang datang dan menghilang dalam hitungan menit
membuat tempat ini terasa sangat eksotis dan istimewa.
Jika kabut sedang menghilang dan
tabirnya menyingkap puncak Merapi yang menjulang, maka tempat ini sangat layak
untuk membayar semua rasa lelah menempuh rute Babadan. Dengan panorama Merapi
dan kakinya di sebelah kanan, sementara punggungan jalur New Selo di sebelah
kiri, Tanjakan Geger Celeng yang merupakan ujian terakhir di jalur pendakian gunung Merapi via Babadan
ini memang sangat layak untuk dicoba dan ditelusuri.
Sebelum memasuki Pasar Bubrah,
tampaknya akan benar-benar menjadi ujian pamungkas dan salam perpisahan dari
rute Babadan untuk pendaki yang telah meluangkan waktu mendaki dan
menjelajahinya. Lintasan sebelum memasuki Pasar Bubrah ini dipenuhi dengan
batuan labil dan juga pasir, sangat perlu diperhatikan untuk mengambil pijakan
yang solid untuk melewati lintasan ini, alur zigzag pada rombongan pendaki juga
disarankan untuk mengantisipasi jatuhan bebatuan karena injakan pendaki yang
berjalan di depan.
Beristirahat di punggungan Tanjakan Geger Celeng yang terbuka
Akhirnya pendakian gunung Merapi
via rute Babadan ini akan finish di sudut Pasar Bubrah, tepatnya di sebuah menara
pemancar kecil di pojok bagian kiri. Jika anda telah mencapai tempat ini, maka
di sinilah rute pendakian Babadan berakhir, selanjutnya rute tempuh menuju
puncak Merapi sama seperti jika melalui jalur Selo.
Dikarenakan Top Base pendakian
gunung Merapi hanya sampai Pasar Bubrah saat ini, maka saya pada artikel ini
tidak akan menuliskan beberapa jalur dan lintasan lain yang dapat digunakan
untuk menuju puncak, selain rute resmi di atas Pasar Bubrah.
Sangat disarankan kepada para
pendaki gunung Merapi, baik itu yang melakukannya via jalur regular New Selo
atau pun melalui jalur Babadan, untuk tetap patuh pada aturan dan tata
tertib pendakian yang telah ditetapkan. Larangan ke puncak, larangan mendekati
kawah, dan lain lain, tidak dibuat tanpa dasar dan pertimbangan, semua itu
dibuat semata-mata untuk keselamatan dan kebaikan para pendaki gunung Merapi
jua.
CAMP GROUND DAN SUMBER AIR
Seperti yang sudah saya tulis
pada uraian di atas, lokasi-lokasi yang bisa dijadikan camp ground juga lokasi potensial
didapatkan sumber air pada pendakian gunung Merapi via Babadan ada di beberapa
tempat, berikut detailnya.
Camp Ground;
- Pos 1 Watu Alap Alap, dengan daya tampung puluhan tenda, hutan pinus dan rumput perbukitan yang menghijau menjadi daya tarik tempat ini.
- Sebuah tempat setelah menara pemancar di atas Watu Alap–Alap, bisa menampung hingga 10 tenda ukuran sedang, daya tarik utama bisa menyaksikan gagahnya puncak Merapi secara utuh saat cuaca cerah.
- Pos 2 Pematang Dhuwur, mampu menampung sekitar 5 atau 6 tenda, kondisi di bawah kanopi hutan pinus dan akasia
- Pos 3 Camp Ground Tegal Alang, setelah ditata dengan baik, tempat ini bahkan bisa menampung 50 an tenda ukuran sedang, kontur mirip seperti pelawangan pada gunung Rinjani.
- Areal Watu Gelar, tidak mudah menemukan tempat yang ideal untuk mendirikan tenda di Watu Gelar, namun dengan sedikit usaha dan ketelitian, tempat ini pun menyediakan beberapa tempat yang indah untuk mendirikan camp. Kelebihan tempat ini adalah keindahan dan juga sumber airnya yang melimpah, tentunya pada musim hujan.
- Pos 4 Ondho Langit, mampu menampung 7 hingga 10 tenda, juga dibutuhkan kerja keras dan kreatifitas untuk membuat areal mendirikan tenda di tempat ini.
Sumber Mata Air
- 30 meter di atas lintasan jalur Kali Apu, selepas Pos 2. Mata air di sini adalah merupakan tetesan air yang menetes dari celah celah bebatuan, dibutuhkan kesabaran untuk mengumpulkannya.
- Di aliran Kali Gesik, posisinya di bagian sebelah kanan arah dinding tebing pada jalur menuju hulu aliran badan Kali. Sama seperti di Kali Apu, sumber air di sini juga merupakan tetesan dari celah bebetuan.
- Watu Gelar, di sini persediaan air sangat melimpah, utamanya setelah hujan mengguyur. Dengan mudah dapat dijumpai air yang mengalir jernih sepanjang pelataran Watu Gelar. Untuk musim kemarau, kemungkinan adanya air yang tergenang di tempat ini juga besar, akan tetapi mungkin dibutuhkan water filter untuk membersihkannya supaya bisa dikonsumsi.
SKEMA PENDAKIAN
Melihat dari medannya yang cukup
menantang dan melelahkan, kemungkinan besar para pendaki gunung Merapi via
jalur Babadan nanti akan memilih jalur New Selo sebagai rute turunnya, jadi
mendaki via Babadan, dan turun via Selo, atau bisa juga sebaliknya, naik via
Jalur Selo dan turun via Babadan.
Namun akan kurang maksimal dalam
menikmati indahnya jalur Babadan jika mendaki via Selo dan turun via Babadan,
atau pun sebaliknya. Kesan dan rasa secara lengkap dari pendakian gunung Merapi via
Babadan ini akan benar benar terasa jika mendaki via Babadan, dan turunnya pun
via Babadan.
Seperti pada gunung-gunung di
pulau Jawa lainnya, yang membutuhkan waktu ideal satu malam dua hari saat
mendakinya, maka hal itu pun bisa dilakukan di jalur Babadan ini.
Dikarenakan pendakian malam hari
dilarang, maka waktu terbaik mulai mendakinya adalah pagi hari atau siang hari,
kemudian menginap di Tegal Alang untuk kemudian melanjutkan ke Pasar Bubrah
pada keesokan harinya, dan kemudian turun kembali ke Tegal Alang dan kampung
Babadan.
TABEL PERJALANAN
No
|
Rute
|
Prediksi
Jarak Tempuh
|
Prediksi
Waktu Tempuh
|
Prediksi
Biaya
(
Rp, )
|
Keterangan
|
1
|
Terminal Kota Muntilan – Pasar Talun
|
7 – 8 Km
|
15 – 20 menit
|
3.500 – 5.000
|
Naik angkot atau kopata
|
2
|
Pasar Talun – Pasar Soko
|
1 KM
|
5 menit
|
5.000
|
Via Ojek
|
3
|
Pasar Soko – Kampung Babadan Satu
|
10 Km
|
20 – 25 menit
|
20.000
|
Via Ojek
|
ATAU
RUTE LANGSUNG
|
|||||
1
|
Terminal Kota Muntilan – Pasar Talun
|
7 – 8 Km
|
15 – 20 menit
|
3.500 – 5.000
|
Naik angkot atau kopata
|
4
|
Pasar Talun – Kampung Babadan Satu
|
11 KM
|
30 Menit
|
25.000
|
Via Ojek
|
TABEL PENDAKIAN
No
|
Rute
|
Prediksi
Jarak Tempuh
|
Prediksi
Waktu
|
Keterangan
|
1
|
Basecamp Kampung Babadan Satu – Pos 1
Watu Alap Alap
|
2 – 3 KM
|
1 jam – 1,5 jam
|
Trekking, atau juga dapat menggunakan
jasa ojek dengan biaya Rp, 15.000
|
2
|
Pos 1 Watu Alap Alap – Lembah Pelana
Kuda
|
500 meter
|
15 menit
|
Trekking, medan menanjak
|
3
|
Lembah Pelana Kuda – Pos 2 Pematang
Dhuwur
|
1 KM
|
30 menit
|
Trekking, medan variatif
|
4
|
Pos 2 Pematang Dhuwur – Kali Apu
|
500 – 750 meter
|
15 – 20 menit
|
Trekking, medan terbuka
|
5
|
Kali Apu – Kali Gesik
|
2 KM
|
30 menit
|
Trekking, melipir sisi jurang
|
6
|
Kali Gesik – Pos 3 Tegal Alang
|
2 KM
|
30 – 45 menit
|
Jalur masih dalam persiapan
|
7
|
Pos 3 Tegal Alang – Watu Gelar
|
3 km
|
1,5 – 2 jam
|
Trekking medan menajak tajam
|
8
|
Watu Gelar – Pos 4 Jurang Dhemit
|
1 Km
|
30 – 45 Menit
|
Medan menanjak dan licin jika basah
|
9
|
Pos 4 Jurang Dhemit – Top Base Pasar
Bubrah
|
1 Km – 1,5km
|
45 menit – 1 jam
|
Medan menanjak panjang melewati
tanjakan Geger Celeng
|
ATAU
RUTE LANGSUNG
|
||||
1
|
Kali Gesik – Watu Gelar
|
3 Km
|
1,5 – 2 jam
|
Medan menanjak panjang
|
8
|
Watu Gelar – Pos 4 Jurang Dhemit
|
1 Km
|
30 – 45 Menit
|
Medan menanjak dan licin jika basah
|
9
|
Pos 4 Jurang Dhemit – Top Base Pasar
Bubrah
|
1 Km – 1,5km
|
45 menit – 1 jam
|
Medan menanjak panjang melewati
tanjakan Geger Celeng
|
PETA RUTE PENDAKIAN
Peta Rute dan Jalur pendakian gunung Merapi via Babadan
PERINGATAN DAN PERHATIAN !!!
- BASECAMP PENDAKIAN BABADAN ADALAH DI KAMPUNG BABADAN SATU, BUKAN POS PENGAMATAN GUNUNG MERAPI BABADAN.
- JALUR MENUJU KAMPUNG BABADAN SATU ADALAH SIMPANG PASAR SOKO.
- JALUR PENDAKIAN BABADAN SEMENTARA STATUSNYA BELUM RESMI, JADI JIKA ADA YANG MENDAKI SEBELUM STATUSNYA DIRESMIKAN, MAKA SEGALA RESIKO BERKENAAN DENGAN PENDAKIAN DI JALUR INI, DITANGGUNG SENDIRI OLEH PENDAKI.
- DILARANG MELAKUKAN PENDAKIAN MALAM HARI DAN JUGA SECARA SOLO.
Untuk informasi lebih lanjut
mengenai pendakian gunung Merapi via jalur Babadan, juga kemungkinan jasa guide
dan porter untuk pendakian, dapat menghubungi basecamp Dhemit Gunung Indonesia
kota Muntilan dengan alamat :
DHEMIT GUNUNG INDONESIA
Jl. Muntilan Talun,
Km. 02, Persis Depan Pertigaan Sedayu. Kota Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.
Telp / Wa :
081393907987 – 081804090501 – 085642032259
Email : Dhemitgunungindonesia@gmail.com
Facebook Page : Dhemit Gunung Indonesia
Blog :
dhemitgunung.blogspot.co.id
Dapatkan buku-buku petualangan dan pendakian gunung terbaik hanya di IG:arcopodostore atau WA di nomor: 081254355648
duh pengen daki ke merapi tuh keingetan waktu meletus 2010 lalu ':D
ReplyDeleteMari bernostalgia mas
DeleteSangat layak utk dicoba ini..
ReplyDeleteMasih menunggu jalurnya diresmikan dulu