Hiker, please keep the nature stay natural
Salah satu dampak negatif yang
sangat terasa terjadi seiring dengan meningkatnya secara drastis minat terhadap
olahraga adventure, khususnya mendaki gunung, adalah peningkatan volume sampah
para pendaki yang tersebar di seantero jalur pendakian dan camp area. Tak bisa
dielakkan ini terjadi, meskipun telah banyak himbauan dari perkumpulan
lingkungan, taman nasional, dan pengelola lokasi pendakian untuk senantiasa
menjaga kebersihan dan keasrian alam.
Memang sebagai penyuka mendaki
gunung, kita patut berbangga hati dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap
kegiatan yang sering kita lakukan ini, kita menjadi semakin banyak memiliki
teman yang satu hobi, semakin banyak referensi gunung gunung baru yang “ bermunculan
“ terekspos secara hebat ke permukaan, sebut saja gunung Prau di kawasan Dieng,
yang saat ini didaulat oleh para pendaki sebagai golden sunrisenya Jawa Tengah,
ada juga gunung Andong, gunung Rakutak, dan diwilayah kota Samarinda, tempat
saya berdomisili sekarang ini, ada sebuah tempat bernama Bukit Biru yang juga
menjadi sangat tenar sejak virus pendakian guunung ini menggurita.
Tenda para pendaki memenuhi camp area Ranu Kumbolo di gunung Semeru
Fenomena demam mendaki gunung mulai terasa
sangat mewabah sejak meledaknya film pendakian gunung Semeru oleh 5 sahabat, yang
skenarionya ditulis oleh novelis Donny Dirgantoro. Film ini diberi judul “ 5cm
“, bercerita tentang persahabatan, komedi,cita cita, dan tentu saja juga bumbu
bumbu asmara, kan kita tahu sendiri, betapa sulitnya menemukan sebuah film
petualangan di Indonesia yang bebas dari cerita asmara.
Dampak secara phisikologis dari
film ini untuk kalangan muda, adalah minat dan hasrat yang menggebu gebu untuk
menjadi pendaki gunung, terutama Semeru, dimana film ini dibuat. Sayangnya
minat dan hasrat ini kadang pada beberapa kalangan pemula, menjadi sebuah cara
pandang buta yang tidak lagi memperhatikan etika, persiapan, dan unsur
spiritualitas dalam kegiatan pendakian gunung ini sendiri.
Contoh nyata yang paling sering kita jumpai adalah
hilangnya prinsip leave no trace dalam setiap perjalanan pendakian gunung, dan
ngerinya lagi, hal ini bukan hanya terjadi pada pendaki amatir atau pemula,
namun juga kadang menjangkiti sebagian para pendaki yang katanya sudah senior
dengan pengalaman segudang.
Leave no trace pada dasarnya
memiliki pengertian dan penjabaran sederhana, yaitu pergi tanpa meninggalkan
bekas, atau meninggalkan jejak, dalam
hal ini diartikan sebagai, meninggalkan lokasi pendakian baik itu camp area,
puncak, jalur pendakian, sumber air, dan tempat lainnya tanpa meninggalkan
bekas atau jejak yang bersifat konotatif, misalkan sampah makanan dan minuman,
sisa api unggun yang masih menyimpan bara, tali temali yang berserabutan pada
pepohonan dan rerumputan, bekas tonggak tenda yang masih menancap, cap semprot
atau spidol pada bebatuan, dan juga yang paling menerikan, sampah metabolisme
tubuh yang kadang bertebaran dimana mana, menjadi ranjau mematikan bagi para
pendaki lain.
Tumpukan sampah para pendaki di pelataran Surya Kencana, gunung Gede Pangrango.
Sungguh sebenarnya prinsip leave
no trace ini sama sekali bukan hal yang sulit untuk dilakukan, sama sekali
tidak sulit, asalkan sang pendaki / hiker / camper itu memiliki sedikit rasa
kehormatan, paling tidak untuk dirinya sendiri.
Seseorang yang memiliki jiwa
terhormat, tidak akan membiarkan suatu keadaan menjadi berubah buruk karena apa
yang ia lakukan. Malahan pada titik yang lebih tinggi lagi, seorang yang
memiliki penghormatan pada dirinya sendiri secara total, memiliki sebuah
keinginan atau hasrat untuk mengubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik.
Sikap acuh tak acuh atau masa
bodoh terhadap lingkungan pendakian pada akhirnya akan menciptakan keadaan
tidak nyaman, baik kepada diri kita sendiri, orang lain, juga makhluk hidup
yang lain seperti hewan dan tumbuhan. Kita bayangkan saja, saat kita ingin camp
disuatu area misalnya, tentunya kita mendambakan tempat yang indah, bersih,
nyaman, dan menyenangkan, lalu apa jadinya ketika kita tiba di lokasi tersebut,
yang kita temui adalah tumpukan sampah yang bertebaran dimana mana, tali
berserabutan menyangkut menghalangi langkah kita, belum lagi bau tinja yang
menusuk hidung memenuhi udara, bisakah kita menikmati perjalanan pendakian kita
dengan keadaan seperti itu.? Saya kira tidak.
Tidak beda dengan kita, begitu
pulalah dengan yang orang lain rasakan, jika kita meninggalkan trace / sampah /
jejak seperti itu pada lokasi camp dan jalur pendakian, merusak pemandangan,
merusak keasrian tatanan ekosistem, dan merusak perasaan kedamaian yang kita
cari di alam bebas.
Pada banyak tempat di lokasi
hiking dan camping di dunia barat sono, prinsip leave no trace sangat
ditekankan, seseorang yang tidak mematuhi aturan ini akan merasa malu dan
tersisih, hendaknya hal ini juga menjadi
budaya pada masyarakat kita.
Salah satu poster tentang kampanye leave no trace
Namun berita gembiranya, banyak
juga dari kalangan para pendaki gunung ini yang memiliki kesadaran yang bagus
untuk mempraktikkan prinsip leave no trace ini, meskipun belum sampai pada
tahap total, tapi kita patut mengapresiasi. Sudah sering juga kita dengar
“dakwah’ tentang gunung bukan tempat sampah, bawa sampahmu turun kembali,
Operasi bersih sampah gunung, dan tema tema sejenis yang digaungkan baik secara
pribadi, komunitas, maupun ruang lingkup yang lebih besar lagi.
Sebagai seorang yang menyebut
dirinya petualang, pendaki gunung, penjelajah rimba dan lain sebagainya, tidak
pantas rasanya jika masih saja harus diawasi petugas taman nasional untuk bisa
menjaga kawasan areal pendakian. Seiring dengan semakin bertambahnya
pengalaman, mestinya selaras juga dengan kehormatan kita untuk menjaga alam dan
lingkungan, setidaknya tidak mengubahnya menjadi lebih buruk.
Hadits / Anjuran / slogan dalam Islam mengenai kebersihan
Akhirnya saya ingin menutup
tulisan singkat ini dengan sebuah ungkapan dalam islam yang sangat sering kita
dengar, yaitu “ Kebersihan adalah sebagian dari iman”.
Jika islam agama yang mulia saja
menempatkan kebersihan merupakan salah satu dari indikator keimanan seseorang,
bagaimana pula kita ingin membantah, Bagaimana pula kita yang memproklamirkan
dirinya mencintai alam semesta, dan mencintai Sang Penciptanya, Allah SWT.
Dapat berlaku tidak sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan.
Jadi, marilah kita memulai dari
diri kita sendiri untuk mempraktikkan prinsip leave no trace pada setiap
petualangan dan pendakian kita, menjaga sesuatu tetap pada tempatnya, tetap seimbang,
serta tetap asri dan selaras.
Milikilah kehormatan, jika tidak
bisa mengubah sesuatu menjadi lebih baik, maka jangan menambahnya menjadi lebih
buruk.
Salam.
Foto : Google
No comments:
Post a comment